30 December 2018

Hello, 2019!

"Harapanmu buat aku tahun 2019 apa?"
"Makin tambah sayang sama aku."
Beberapa menit kemudian dia tertidur.

Okesip! Terima kasih suamiku. Kamu sangat membantu memberi ide buat resolusi 2019-ku. -___-

Sebetulnya aku masih agak bingung ya mau nulis apa untuk resolusi 2019 nanti, karena aku juga masih meraba-raba sambil membayangkan peran baru yang akan kujalani nanti sebagai ibu.
(Note: Waw, hati ini rasanya deg-degan waktu ngetik "ibu", karena sekarang pun kadang rasanya kayak masih di umur 20 tahunan awal gitu yang pikirannya masih main, santai, tanpa beban yang berarti hahaha)

Jadi ceritanya mulai besok aku akan menjadi 100% ibu rumah tangga sampai si Utun lahir. Setelah itu masih ada sisa cuti sampai habis Lebaran untuk mengurusi si nak bayi. Kesimpulannya, resolusi terbesarku di 2019 adalah... Menjadi ibu yang terbaik untuk anakku. Klise ya? Tapi tanggung jawab dan tantangannya jelas besar. Sejujurnya, ada beberapa keinginan yang mungkin bisa masuk kategori resolusi, tapi lebih ke "resolusi-tapi-pasrah-deh-kalau-memang-kondisi-nggak-memungkinkan-yang-penting-aku-HARUS-usaha-dulu-habis-habisan-karena-bagaimanapun-manusia-berencana-Tuhanlah-yang-menentukan", yaitu melahirkan dengan normal dan mengASIhi sampai nak bayi usia 2 tahun. (Note : gileeee bahasanya udah kayak bunda-bunda di forum tumbuh kembang anak ya ngga sih hahahaha kayak nggak aku banget sih ya tapi ya DUDE, YOU'RE ALREADY IN THIS STAGE NOW!!! *ngakak dewe*)

Untuk resolusi umum, ada beberapa hal yang ingin aku capai:

1. Social Media Diet
Ini masih sama seperti resolusi 2018 yang lalu karena sejujurnya, meskipun secara persentase turun, tapi aku masih belum puas dengan hasilnya. Rasanya tangan gatel kalau nggak pegang hp lalu buka instagram. Karena sudah kasih pengingat waktu 2,5 jam di instagram, jadi di 2019 aku nggak akan buka instagram kalau pengingatnya sudah muncul. Langsung tutup, nggak buka-buka lagi.

2. Fokus dan Tidak Mudah Terdistraksi
Dulu selalu bangga waktu masih kecil bahwa aku bisa multitasking. Tapi makin ke sini, aku menyadari kalau multitasking itu ada efek yang nggak bagus juga, misanya belum selesai satu pekerjaan aku sudah mengerjakan yang lain dan kadang pekerjaan awal itu lupa aku pasang alarm dan sering tertunda. Hasilnya, so pasti dikerjakan last minute. Harapanku kedepan, kalau ada pekerjaan atau tugas kuliah, harus dikerjakan satu per satu sampai tuntas dengan cepat dan fokus. Kalau memang bisa disambi, yang penting harus pasang alarm untuk menyelesaikan tugas awal. Kalau aku sudah istiqomah dengan Social Media Diet-ku, maka INSYA ALLAH nggak akan terdistraksi dengan media sosial. Amin!

3. Belajar Masak Makanan Khas Indonesia
Karena sekarang sudah tinggal di rumah, jadi makin bisa berkreasi di dapur. Targetku nggak muluk-muluk, tahun 2019 harus bisa masak makanan khas Indonesia yang berempah seperti rawon, opor, ikan bandeng bumbu kuning, nasi kuning beserta ubo rampenya, soto merah ala Madura (resep turun temurun) dan mangut lele. Maklum, selama ini bisanya cuma masak yang sederhana dan tinggal oseng-oseng cantik modal bawang putih, bawang merah, gula, garam. Hihihi

Karena 2019 tampaknya akan lebih fokus ke peran baruku, jadi resolusinya tiga saja yang penting terlaksana. Semoga kita semua bisa menepati "janji" yang sudah kita tulis dengan sukses yaaa.. Amiiiiiin..

23 December 2018

Sepotong mawar putih, dengan kertas kecil bertulisan penutup "Dari Anakmu". Ditulis seadanya. Tidak rapi. Pun tidak romantis. Diberikan ala kadarnya, di atas becak.

Tertawa bersama kita dua dekade berikutnya mengenang mawar putih itu.

Bertahun dekat jarak kita, namun api yang senantiasa berkobar.
Beberapa waktu jauh jarak kita, teh hangatmu di pagi hari lah hal tersederhana yang selalu dirindu.

Meski hubungan kita tak sempurna, namun kasih sayang yang sesungguhnya dalam kurasa saat pelukmu merengkuh peluhku.

Sepotong mawar putih, dengan kertas kecil bertulisan penutup "Dari Anakmu". Nostalgia melankolis kita hingga tua nanti.

Selamat Hari Ibu, Mah.

Dari,
Anakmu

16 December 2018

Apa Kabar Resolusi 2018?

Zaman sekarang masih ada yang rajin buat resolusi nggak sih setiap tahun? (Kecuali Kakak Yuwan yaa.. :p)

Awal tahu 2018 lalu aku sempat terinspirasi dari Kak Yuwan untuk buat resolusi. Nggak usah yang terlalu muluk-muluk, sederhana aja tapi harus bisa dijalankan. Nah, tahun ini resolusiku cuma ada 4 ini. Tapi apa kabar ya perkembangannya sampai menjelang akhir tahun ini?

 1. Social Media Diet

Ini tersusah sih sebetulnya. Setiap hari pasti buka Instagram barang sejam dua jam kalau ditotal. Untungnya sekitar pertengahan tahun ini Instagram menambahkan fitur peringatan "waktu konsumsi" yang bisa diatur sesuai keinginan kita. Kalau aku sih pasang peringatan untuk 2,5 jam. Jadi kalau sehari sudah mantengin Instagram 2,5 jam, pasti keluar peringatannya. Waktu masih pakai iOS, layarnya seketika berubah putih plus ada peringatan itu dan pilihan untuk mengingatkan kembali 15 menit kemudian. Kalau lagi "istiqomah" sih, langsung keluar dari Instagram dan dia ga akan bisa dibuka sampai hari itu berakhir. Tapi kalau memang lagi super bosan, yaa lanjut Instagram-an lagi, hihihi. Selain itu di iOS juga ada "rapot" yang direkap setiap seminggu sekali tentang kegiatan yang kita lakukan selama pegang hp.

Meskipun kegiatan terbanyak dihabiskan untuk Instagram-an, tapi dari grafiknya sih terus menurun setiap minggu barang 2-5%. Alhamdu? Lillah..

Nah, peringatan di aplikasi Instagram ini kalau di Android sih masih lumayan bersahabat; cuma muncul peringatan aja dan bisa langsung di-skip. Nggak segalak di iOS lah, tapi justru memacu untuk mendisiplinkan diri sendiri.

Jadi intinya sih, meskipun kadang masih diprotes Rizal karena utak atik hp, tapi secara data sih konsumsi media sosialku menurun. :3 #ngeles


2. Read Real Books

Tahun ini aku beli 3 buku dengan pencapaian 2 buku sudah khatam dan 1 lagi masih belum tuntas terbaca. Ditambah download 2 e-book tentang persiapan melahirkan yang selalu aku baca sewaktu butuh referensi meskipun membacabya nggak selalu urut bab. Selain itu, karena kewajiban kuliah aku juga jadi "read real books" alias belajar, ditambah baca beberapa jurnal juga. Dari semua itu, jadi bisa lah ya disimpulkan kalau resolusi kedua ini sudah berhasil berjalan atau paling tidak meningkat dari tahu lalu. Yassss!


3. Stop Basa-basi ke Orang Lain tentang Fisik K

Kalau resolusi yang ini sih Insya Allah sudah berjalan dan akan selalu dijalankan. Semoga kemarin nggak ada yang tersakiti hatinya karena ketidaksengajaanku atau keceplosanku yaa. Amiin..

4. Finish what you've started

Poin ini sih ada beberapa maknanya, kalau masalah menunda pekerjaan sih kadang masih terjadi. Tapi kalau masalah skincare, Insya Allah sudah berjalan. Kalau yakin nggak bisa 'finish', yaaa tinggal dikasih ke orang lain seperti kasusku membeli perawatan wajah dari Sandara Jiwa. Karena tiba-tiba kulit wajah berubah jadi kulit badak nan tebal dan bebal akibat hormon sampai aku merasa tiada berguna pakai skincare apapun, akhirnya Sandara Jiwa-ku aku berikan pada Didi yang sudah merasakan perubahan tingkat kesehatan kulit wajahnya.

Satu hal yang masih belum berhasil yaitu menahan diri untuk beli lippen. Meskipun pada akhirnya lippen yang kubeli pasti kuhabiskan tanpa sisa, tapi aku (dan mungkin mayoritas wanita lain di dunia ini) nggak bisa hidup dengan hanya 1 buah lippen saja karena warna lippen yang dipakai itu bisa jadi tergantung dari mood dan baju kita hari itu. Jadi yaa nggak bisa kalau 1 lippen dipakai sampai habis lalu baru beli lagi. #sorrynotsorry



Wah, sudah hampir tiba nih waktunya bikin resolusi baru. Yang juga berarti, nggak terasa kegiatan "noles" di blog ini sudah berjalan selama nyaris 1 tahun. Kelahiran kembali blog ini tidak lain tidak bukan karena adanya komunitas menulis atau "NOLES" dari Kak Yuwan. Dari semula cuma bertiga, sampai sekarang ada 14 anggotanya! Waktu itu postingan pertamaku bertanggal 19 Desember 2017, jadi 3 hari lagi komunitas ini akan berulang tahun. Yeaaah! Semoga komunitas ini semakin kompak dan semakin rajin menuangkan buah pikirannya ke blog masing-masing. Lebih dari itu, yang lebih penting lagi adalah konsistensi. ♥️


09 December 2018

Jalan-jalan di TP Pagi (Part 2)

Lho, Part 1-nya mana?
Part 1-nya udah dua minggu yang lalu sebetulnya, tapi ngga sempat foto-foto. Hihihi

Jadi ini kali keduaku main ke TP Pagi, ditambah sekali jalan pagi di daerah Tugu Pahlawan, jadi total ke daerah ini sudah tiga kali. Buat yang belum tahu, TP Pagi atau Pasar Pagi Tugu Pahlawan ini letaknya memang berada di area sekitaran Tugu Pahlawan. Para penjaja "pasar kaget" ini terbentang dari daerah sekitaran Stasiun Kota Surabaya sampai daerah depan Kantor Gubernuran, dan memutari kompleks Tugu Pahlawa itu sendiri.

Pertama kali main ke daerah ini, aku menginjakkan kaki di kompleks Tugu Pahlawan. Waktu itu belum terlalu lama aku di Surabaya, dan rasanya penasaran seperti apa penampakan salah satu ikon kota ini. Waktu itu Minggu pagi yang cukup panas dan pengunjungnya pun sangat ramai, sehingga kesan pertamaku ke sana tidak terlalu bagus. Waktu itu pun aku belum tertarik berkeliling ke "pasar kaget" yang ada di sekitarnya karena keburu pusing dengan keramaian pengunjungnya.

Barulah pada sekitar dua minggu lalu aku kembali ke sana dan mengkhususkan diri untuk jalan-jalan di 'pasar kaget'-nya untuk mengobati rasa penasaran. Buat pecinta baju impor bekas, di sini surganya. Kalau jeli, bisa saja dapat barang bermerek yang masih bagus dengan harga super murah bahkan bisa ditawar. Selain itu, di sini juga menjual berbagai macam kebutuhan mulai dari A sampai Z, mulai dari baju dalam, minyak kesehatan, casing hp, sampai kaca pembesar. Di sini, kita benar-benar bisa menemukan apapun. A-pa-pun.

Dan inilah sebagain potretnya. 






















02 December 2018

Minyak Ajaib

Jadi selama berbulan-bulan yang lalu aku sangat pede dengan sisa-sisa kebuncitan masa mudaku (masa-masa gendut sebelum hamil maksudnya). Dengan adanya kebuncitan itu, aku merasa stretch mark nggak akan muncul waktu hamil. Ya benar sih, sampai usia kehamilan sekitar hampir 7 bulan sepenglihatanku sih nggak ada tuh yang namanya garis-garis kehitaman di bawah perut. Baru sekitar 3 mingguan yang lalu aku menyadari kalau kawanan stretch mark sudah mulai menginvansi perutku.

Awalnya aku mau pasrah aja dan menganggap kalau itu adalah "bumbu" kehamilan. Sampai akhirnya sekitar seminggu yang lalu Rizal kaget karena kawanan stretch mark itu menghitam dan sudah ada cukup banyak juga yang kecil-kecil di bawah perut. Yaaah, mungkin karena setiap ngaca aku nggak pakai kacamata dan terutama akses ke perut bagian bawah sudah terblokir perut yang melendung, jadilah aku nggak ngeh dengan perkembangan serangan stretch mark.

Akhirnya sekitar 3 hari yang lalu kumantabkan diri untuk membeli minyak yang katanya holy grail-nya Kim Kardashian setelah browsing sana-sini, Bio Oil. Kalau dari keterangan di kotaknya sih, katanya selain bisa mengurangi stretch mark, juga bisa menyamarkan bekas bahkan meratakan warna kulit. Wah patut dicoba juga nih di mukaku yang katanya belang kayak zebra hihihi.



Nah setelah mengoleskan pagi dan malam sebelum tidur sekitar 2 hari, Rizal (lagi-lagi) berkomentar kalau garis-garis stretch mark-nya suda tidak sehitam sebelumnya. Benar juga sih, setelah ngaca sendiri ternyata warnanya sudah menjadi.. hmm.. pink tua? Yah intinya sudah tidak segelap sebelumnya lah ya. 

Meskipun berdasarkan info dari UGM (Universitas Google Mandiri) seharusnya Bio Oil ini sudah mulai dipakai di bulan-bulan awal sebagai tindakan preventif yang berarti aku sudah terlambat jauuuh, semoga kawanan stretch mark ini bisa memudar bahkan hilang nantinya. Amin?? Amiiiiin..



25 November 2018

Asteriska - Khayalku

Kamu sedang bete?
Ada masalah?
Menghadapi hari yang berat?

Kalau musik adalah salah satu pelarianmu, maka coba deh dengarkan satu nomor miliknya Asteriska dari album Past Possessions, Khayalku, berikut ini.



Asik banget yah lagunya. Suara Jeng Asteriska yang eksotis, terdengar seperti alto tapi asik saat lengkingan membuat lagu ini sangat ear-catchy, mudah dihafalkan terutama dengan harirnya beberapa bagian "aaaa.." yang mengiringi melodinya bisa banget dibuat sing along kalau lagi nonton konsernya. 

Di album Past Possesions, lagu Khayalku ini adalah satu-satunya lagu berbahasa Indonesia. Lagu-lagu lain pun nggak kalah asik sebetulnya, tapi untukku pribadi Khayalku bisa banget bikin auto-santai suasana hati. 

Buat yang penasaran lagu-lagu lainnya, bisa dengarkan lagu-lagu Asteriska di album Past Possessions lainnya di sini. 

Belajar Lagi Menjelang...

Sebagai anak tunggal yang dibesarkan tanpa melihat sosok adik kecil apalagi bayi, aku merasa sangat sangat minim pengetahuan tentang dunia perbayian. Padahal, kalau secara hitungan kalendernya Pak Dokter insya Allah sekitar 1,5 bulan lagi aku akan mulai memasuki lembaran baru; mengurusi bayi. Takut? Oh tentu tidak. Panik? Nah, ini nih.. 

Pengalamanku (berusaha) menghadapi anak kecil tidak berjalan mulus dan lumayan membuat trauma, sejujurnya. Pengalamanku itu berawal dari semasa sekolah dulu (kalau nggak salah zaman SMP), sewaktu ada acara pesantren kilat yang mengharuskan kita menginap di salah satu pesantren. Anak dari salah satu guru (atau penjaga?) pondok ada yang masih balita. Berusaha ramah lah aku ke dia, dengan girangnya menyapa, "Haaaaaalooooo.." Seketika, anak itu langsung lari menjauh dan menangis! Apa aku terlalu seram? T_T

Pengalaman kedua, terparah sih menurutku, adalah semasa SMA. Di lift sebuah mall, masuklah seorang suster menggendong bayi putih sipit nan lucu. Dengan pedenya langsung aku goda anak itu. Yaaa cuma ala-ala ci-luk-ba biasa padahal. Tidak menunggu lama, raut wajah si anak lucu itu langsung berubah dan ia menangis sejadi-jadinya. Yassalaaam.. Mampus lah aku. T_T

Dari dua pengalaman buruk dengan anak kecil itu, aku jadi nggak mau kepedean mendekat ke anak kecil. Kalau ada jenis orang yang suka anak kecil sampai bisa sebegitu akrab dan ramahnya dengan anak kecil, mungkin aku adalah jenis yang sebaliknya. Aku sudah nggak pede duluan dan skeptis akan bisa diterima dengan baik oleh mereka. Yaaa daripada malu-maluin kan. Beda lagi kalau main dengan anak kisaran umur 4-6 tahun, justru mereka biasanya nggak mau lepas karena.. hehehe.. aku terbawa frekuensi mereka dan malah mirroring kelakuan mereka. Hihihi

Nah, dari segala kekhawatiranku tentang perbayian ini, akhirnya mulai beberapa minggu lalu aku mulai mencari referensi sana-sini dan akhirnya menemukan buku yang menurutku sesuai. Ini dia, The Baby Book, karangannya William, Martha, Robert dan James Sears. Sebetulnya ada juga yang sudah aku download tapi belum terlalu banyak kubaca, yaitu Ina May's Guide to Childbirth. Dari kedua buku itu aku lebih cocok baca yang The Baby Book karena bahasa penyampaiannya yang sangat mengalir. Rasanya seperti diajak ngobrol langsung sama para penulisnya.



Buku The Baby Book ini menurutku cukup lengkap, mereka membahas mulai dari persiapan persalinan, persiapan parenting, bonding, gambaran tentang cara menidurkan bayi, bahkan sampai cara menolong anak saat terjadi keadaan emergency. Sebagai anak yang tidak pernah melihat tumbuh kembang bayi secara langsung, aku pribadi merasakan suasana yang menyenangkan saat membaca buku ini. Para penulis menggambarkan setiap step dengan sangat baik. Nggak heran, karena William sendiri adalah dokter spesialis kandungan dan istrinya, Martha, adalah bidan dan mereka telah memiliki 7 orang anak kandung dan 1 orang anak angkat yang mereka dampingi juga waktu sang ibu melahirkannya. 

Beberapa pengetahuan tentang persalinan juga mulai aku cari lewat Youtube, salah satunya kanal milik Bidan Yessie dari Bidan Kita. Yoga pun sempat sekali aku coba, mencontoh gerakan di Youtube. Tapi apalah daya, karena memang jarang gerak, badan rasanya jadi remuk semua. Hahaha. Semoga setelah ini nggak kapok lagi lah ya. Dan semoga pencarian ilmu ini juga nggak terlambat dan masih bisa terkejar. Yah, sekolah pakai metode akselerasi aja bisa kok ya, hihihi. Wish me luck! :D





11 November 2018

Pengalaman USG 4D di Surabaya

Sekali-sekali bikin tulisan yang berfaedah tentang kehamilan lah ya.. hehehe


Minggu ini usia kehamilanku memasuki minggu ke-28 alias bulan ketujuh. Selayaknya mak-mak lain dan juga trend yang bertebaran di sosial media, pasti kepingin dong USG 4D untuk melihat tubuh si dedek dengan lebih jelas pluuus tebak-tebak buah manggis kira-kira wajahnya lebih mirip siapa. Jadilah minggu ini aku browsing dimana tempat USG 4D yang aman (di kantong).

Dari beberapa hasil studi di UGM (Universitas Google Mandiri), ada 2 pilihan tempat yang nggak terlalu jauh dari tempat tinggalku saat ini (daerah Bratang Gede, Surabaya) yaitu Graha Masyithoh dan Klinik Kehamilan Sehat. Aku bahas satu-satu ya..


1. Graha Masyithoh

Alamatnya di Jalan Menur Pumpungan, tepat di sebelah Apartemen Gunawangsa Manyar. Di sana ada praktek dokter SpOG terkenal, dr. Harris, dan partner-nya dr. Yusuf. Berikut ini detail jam prakteknya:



Meskipun tersedia layanan Whatsapp, tapi mereka tidak melayani pendaftaran via Whatsapp 1 hari sebelumnya. Jadi pendaftaran dan pemeriksaan harus dilakukan di hari yang sama. 

Nomor Whatsapp: 0817 559000 

Biayanya sendiri aku belum sempat bertanya-tanya lebih jauh. Namun (lagi-lagi) berdasarkan hasil studi UGM di sini, untuk pemeriksaan dan USG 4D biayanya IDR 160.000,- (per Oktober 2017)


2. Klinik Kehamilan Sehat

Klinik ini sekilas tidak begitu nampak dari jalan, ciri-ciri bangunannya adalah (saat ini) pagar cat hijau dengan papan nama dr. Amir Fahad, SpOG. Ancer-ancer lokasinya ada di seberang Bandeng Juwana, lebih tepatnya di Jalan Ngagel Jaya Utara no. 96, hanya berjarak sekitar 500 m dari lampu merah (karena jalannya searah jadi lampu merah yang aku maksud cuma ada satu itu aja ya..)

Kebetulan aku memilih klinik ini karena jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal dan pendaftaran bisa dilakukan kapanpun selama masih berada di bulan yang sama melalui Whatsapp. Aku pun baru mendaftar di H-1 dan diberi arahan untuk datang sekitar jam 10.00 - 10.30 keesokan harinya. Untuk jadwalnya sendiri bisa ditengok di http://kehamilansehat.com/kehamilan-sehat-surabaya/.

Nomor Whatsapp: 0812-3885-3880

Secara keseluruhan, aku puas dengan pelayanan dan fasilitas kliniknya. Begitu datang, aku disambut petugas pendaftaran dengan ramah. Prosedur standar seperti timbang dan cek tekanan darah juga langsung dilakukan dengan cekatan. Selanjutnya aku disuruh menunggu dokter di ruang tunggu yang nyaman ber-AC. Di sana ada fasilitas seperti TV dan dispenser. TV nya sendiri ada dua; yang satu untuk menyetel acara stasiun TV biasa, yang satu lagi berisi edukasi tentang kehamilan dan reproduksi, membuat waktu menunggu kita jadi lebih berfaedah.

penampakan meja pendaftaran
di samping meja pendaftaran disedikan "sajen" buat yang kepingin ngemil
penampakan ruang tunggu yang nyaman + TV untuk menyetel acara TV swasta

tampak depan ruang periksa + TV yang berfungsi untuk sarana edukasi

jangan khawatir kehausan


Oh iya, meskipun kita sudah mendaftar lewat Whatsapp, tapi kita tidak akan mendapatkan nomor antrian. Jadi aku sarankan sebaiknya datang lebih awal karena nomor antrian akan didasarkan pada urutan kedatangan. 

aturan mainnya nih..

Tibalah saatnya giliranku masuk ke ruang periksa. Di dalam ruang periksa yang cukup luas, ada sofa untuk bumil dan pengantar, peralatan USG dan juga kamar kecil. Aku pribadi suka dengan konsep sofa ini karena membuat konsultasi antara bumil dan dokter jadi terasa lebih santai, seperti ngobrol-ngobrol biasa. Sayangnya selama di dalam ruang pemeriksaan kita sama sekali tidak boleh merekam atau memfoto. Setelah ngobrol singkat, aku dipersilakan berbaring di tempat tidur periksa. Seperti biasa, perut dioles-oles dengan cairan dingin transparan dan mulailah proses USG.

Dokter yang memeriksaku tampak masih muda. Dan dengan ceplas-ceplosnya dia mengatakan bahwa posisi bayi masih sungsang padahal di usia 7 bulan posisi kepala harusnya sudah di bawah (seketika raut wajah Rizal langsung muram). Selain itu ia juga mengatakan bahwa bayiku agak kelebihan berat badan (padahal perasaan cuma kelebihan 2 ons, hiks). Dokter melanjutkan dengan pemeriksaan detak jantung, diameter kepala, jenis kelamin dan kelengkapan organ. Ia juga menyarankan agar aku lebih banyak jalan, melakukan posisi sujud atau nungging-nungging supaya bayinya segera berputar sebelum terlambat. #DHUARRR

Karena posisi bayi yang belum turun, wajah tertutup tangan dan bagian depan badannya tertutup (kalau tidak salah) plasenta, akhirnya dokter memutuskan untuk belum mencetakkan hasil USG 4D-nya. Jadi aku dan Rizal di sana hanya bisa menyaksikan langsung tanpa boleh direkam sama sekali. Sabar sabar.. Semoga seminggu-dua minggu lagi posisi si Adek sudah turun dan lebih leluasa untuk di foto yaa, amiiiin..

Setelah selama ini berkonsultasi dengan dokter senior yang kalem dan saran-sarannya super menenagkan, rasanya sempat kaget juga dapat dokter muda yang super ceplas-ceplos. Kalau si bumil adalah tipe pemikir, bisa jadi pulang dari klinik malah stress gara-gara divonis "sungsang". Aku pribadi sih berpikiran positif dan mengambil saran baiknya, bahwa aku harus sering-sering jalan kaki dan melakukan posisi sujud atau nungging. Berbeda dengan Rizal yang seketika bete dengan si Dokter yang menurutnya tidak memberikan rasa tenang sama sekali dan malah khawatir aku jadi berpikir yang enggak-enggak. Hehehe

Selesai diperiksa, kita dipersilakan menyelesaikan administrasi di ruang pendaftaran awal sekaligus diberi map yang berisi hasil periksa dan hasil cetak USG 2D. (foto menyusul)

price list per Mei 2018


Baiklah, demikian postingan yang (menurutku) cukup berfaedah selama kehamilan ini. Mohon doanya yah, semoga si Adek (dan emaknya) sehat selalu, dan terutama buat si Adek semoga segera berputar ke arah keluarnya nanti.. :D







04 November 2018

Senyumin Aja

Senyumin aja sambil bilang, “Ehehehehe iyaa..” Terus kabur tinggal pergi. 
Atau justru dibawa bercanda aja biar nggak tegang.


Itu adalah reaksiku ketika ada orang yang komentar:
  1. “Berapa bulan? Segitu bulan kok udah gede banget perutnya?”
  2. “Item banget lehernya?”
  3. “Mukanya kucel gitu ya..” atau bahkan, “Kamu kok belang?”
Permisi buibu pakbapak, saya juga bahkan ngga tau kenapa bisa beginiii.. :)))

Da aku mah cuma bisa pasrah aja yang namanya leher jadi menghitam, wajah kucel dan bruntusan, perut lebih gede dibanding wanita hamil kebanyakan. Ya mau diapain lagi, tiap wanita hamil pasti bawaannya beda-beda; ada yang makin cantik dengan 'pregnancy glow'-nya, dan ada yang makin kusam kayak aku. Yang terpenting saat ini adalah aku dan anakku sehat.

Ngomong-ngomong tentang komentar orang, aku jadi ingat waktu di awal kehamilanku yang waktu itu baru jalan sekitar 3 bulanan. Ada teman kuliah (yang bahkan waktu itu kami belum resmi berkenalan), tiba-tiba berkomentar, “Kamu hamil Mbak? Anakmu pasti cowok nanti, soalnya kamu jelek.” Hmmm mbak, kita baru ketemu di sini loh.. Emang tau dulunya aku kayak gimana? :)))

Waktu itu sih aku cuma menanggapi dengan frase sakti untuk berbasa basi “hehehehe” ditambah muka bingung. Asli bingung sih mau komentar apa, lha wong kenalan aja belum. Waktu itu perasaanku bercampur antara kesal dan bingung, tapi lebih banyak bingungnya. Kok bisa ya ada orang kayak gitu?? Apalagi orang itu sudah pernah hamil dan melahirkan lho. :)))

Sebetulnya tulisan ini ditulis tanpa tendensi dan emosi. Cuma ingin mengingatkan terutama pada diriku sendiri juga untuk nggak berkomentar negatif pada orang lain, mau itu orang hamil atau bukan, ke siapapun sebisa mungkin harus selalu komentar positif atau paling nggak komentar netral. Lagipula, nggak ada salahnya kok bahkan kalau kita nggak berbasa-basi atau berkomentar apapun ke orang lain. Hehehe

Di sisi lain, sebagai “korban” kita juga nggak perlu ambil pusing dan emosi terlalu berlebihan ketika ada orang yang berkomentar negatif langsung ke kita. Yang pertama, emosi jelas nggak berfaedah. Yang kedua, bisa jadi orang yang ngomentarin kita semenit kemudian udah lupa apa yang dia omongin. Kalau dia aja lupa, ya ngapain kita capek-capek emosi?

Terakhir, aku mau berbagi foto yang diambil sekitaran 3 minggu lalu waktu pernikahan sahabatku, Pipit. Di sini aku akhirnya merasakan yang namanya ‘pregnancy glow’. Ya iyalah, make-up nya pakai MUA gimana ngga 'glowing'??? :)))



And the laaast.. let me welcoming myself to the last trimester. 
Woohooo!!



28 October 2018

Old but Gold

Sekitaran satu setengah tahun lalu, aku pernah menangis sesenggukan di ruanganku yang kebetulan (untungnya) hanya ditempati aku sendiri. Penyebabnya, kartu pos dari Sheffield, UK bertandatangan sahabatku, Dhea, akhirnya sampai di kantor. Tiba-tiba aku merasa sangat sedih waktu membacanya meskipun kartu pos itu tidak berisi berita duka dan justru berisi pesan-pesan menjelang pernikahanku. Waktu pertama kali kartu pos itu datang, rasanya aku senang sekali dan sedikit norak, "Wah akhirnya kartu pos dari seberang lautan sampai juga". Namun saat membaca tulisan Dhea, aku nggak sanggup membendung air mataku. Semakin aku membacanya berulang kali, semakin menjadi pula tangisanku. Kemudian aku sadar, bahwa aku terlampau rindu pada sahabat-sahabatku. 

Salah satu hal yang mungkin aku sesali adalah kurang loyalnya aku pada acara kumpul atau main dengan mereka selama SMA sampai kuliah. Anak tunggal perempuan cukup banyak aturannya di rumah kala itu. Padahal lepas masa kuliah, kita belum tentu bisa kumpul bareng dengan pilihan waktu yang cukup fleksibel seperti dulu. Sampai sekarang pun sebagian sahabatku masih berkuliah di luar negeri, dan sebagian yang menetap di Indonesia bekerja di Jakarta. Kami "tercerai-berai".

Akhirnya sekitar 2-3 minggu lalu aku berkesempatan untuk kumpul kembali bersama mereka di pernikahan sahabat kami, Pipit, meskipun tidak lengkap. Tidak membuang-buang waktu, aku menghabiskan waktu dari subuh sampai isya dengan sahabat-sahabat perempuanku; mulai dari dandan bareng sampai gosip bareng. Meski sudah bertemu seharian penuh, selalu saja waktu terasa kurang. Yah, begitulah yang namanya sahabat lama. Waktu terasa nggak akan pernah membosankan bersama mereka dan selalu ada saja yang dibahas.

Kita tidak selalu dekat, kita tidak selalu bersapa di dunia maya, tapi sekalinya bertemu pasti guyonan-guyonan hangat itu tidak pernah berubah dari waktu ke waktu.


Mencoba menghadirkan sahabat kami yang masih kecantol di Jerman #namanyajugausaha


Kangen sekali rasanya setelah lihat foto ini. :'(




21 October 2018

Kapal Udara - Seru dari Hulu (review)

Setelah masuk dunia kerja, terlebih (hampir) jadi emak-emak, rasanya cukup sulit untuk terus update pada perkembangan musik indie tanah air. Selain karena sempat ditempatkan di kota yang minim pertunjukan musik bahkan tidak ada toko CD-nya, pun tidak ada lagi teman atau circle yang rajin memberi rekomendasi. Pindah ke kota besar, harapanku adalah bisa nonton banyak konser mulai dari yang kecil-kecilan sampai yang besar sekalipun. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain; mulai dari jadwal kuliah di hari kerjasampai munculnya si Adek di perut. Dua kehendak Tuhan yang membuat aku lebih memilih memperbanyak waktu istirahat daripada beredar kemana-mana.



Bisa dikatakan, "perkenalanku" dengan Kapal Udara malam ini pun adalah sebuah ketidaksengajaan. Dengan kondisi kram perut yang masih muncul tak menentu, aku mengusahakan untuk bertemu dengan sahabatku yang jauh-jauh datang dari Jogja unuk jadi band pengisi acara di Sunday Market. Tak disangka, band pengisi setelahnya ternyata mencuri perhatianku meskipun hanya sempat mendengar dua lagu pertamanya saja karena kuharus mengibarkan bendera putih, nggak sanggup berdiri lama apalagi di tengah riuhnya manusia yang merokok di sana-sini.

Inilah pentingnya first impression; meskipun penonton mungkin tidak mendengar jelas lirik lagunya, tapi sebuah band harus memainkan musiknya dengan padu, rapi dan apik. Perpaduan itu yang menjadikan musik Kapal Udara sangat ear-catchy sejak pertama mendengarnya. Inilah yang menjadi modalku untuk browsing dan langsung memberanikan diri menulis review tentang album Seru dari Hulu.

Album, atau yang mereka sebut dengan EP, ini berisikan lima lagu dan telah rilis sekitar Desember 2017 lalu. Di Sunday Market tadi, sekilas aku bisa merasakan hawa-hawa The Trees and the Wild (TTATW) lewat musiknya yang rancak dan suara vokal yang saling bersahutan dengan padu. Melodi gitar yang juga bersahutan pun membawa hawa yang sama, ditambah naik-turunnya ritme lagu yang dibuat sangat pas, menjadikan lagu-lagu Kapal Udara ini masuk ke tipe-tipe musik yang bisa mengajak pendengarnya bergoyang ringan, menggerak-gerakkan kepala ke kiri-kanan, bahkan headbang santun (apa coba???). Ya maksudnya beda sama headbang keras ala musik metal dan sejenisnya gitu, hehehe. Mungkin musik-musik ber-genre folk ini sudah banyak digarap oleh band-band yang berasal dari Bandung, Jogja atau Jakarta. Yang menurutku spesial dari Kapal Udara adalah mereka berasal dari Makassar. Kota yang kalau secara kemiripan, mungkin lebih mirip dengan Surabaya yang panas karena terletak di tepi laut sehingga (berdasarkan kesotoyanku) seharusnya musisi di sana lebih banyak menelurkan musik-musik beraliran rock dan sebangsanya.

Lagu-lagu dalam EP ini mereka beri judul yang unik dan menurutku sarat akan kearifan lokal; Menyambut, Melaut, Menanam, Menari, Merantau. Mendengar lagu mereka berulang ditambah membaca liriknya (di sini), membuatku sadar bahwa liriknya pun menjunjung tinggi kelokalan. Adanya sisipan puisi di lagu Menyambut, misalnya, pada kata-kata "Setelah jauh tuan berlayar, memberi gelar dan seribu kabar. Berkumpulah para saudagar, mohon urusan sekiranya lancar". Dilanjutkan dengan lagu kedua, Melaut, yang diawali samar suara debur ombak, seketika di pikiranku benar-benar tergambar adegan kapal phinisi mengarungi lautan. Lagu ketiga, Menanam, dengan tempo yang lebih pelan, seketika membawa anganku ke perjalanan melewati daerah yang subur dengan areal persawahan yang membentang luas di pagi hari sekitaran pukul 5.30 pagi saat mentari mulai menyingsing. Namun liriknya ternyata sarat makna adanya alihfungsi lahan, sepenangkapanku. Sedih ya. Tapi ini salah satu cara cerdas dari musisi untuk menyuarakan perasaan ibanya. Selanjutnya lagu berjudul Menari, salah satu favoritku, karena padu suara mereka sungguh apik dan ciamik berpadu dengan melodi gitar bersahutan, apalagi saat mendengarkan versi unplugged-nya di Youtube. Di lagu terakhir, Merantau, liriknya meski tersirat namun rasanya masih sangat relevan bagi para perantau yang ingin kembali pulang selamanya namun hati masih dipenuhi keraguan. Dalama sekali maknanya.

Di awal aku sempat mengatakan bahwa sekilas musik Kapal Udara mirip TTATW. Aku sejujurnya langsung teringat video musik lagu mereka yang berjudul Malino yang bertajuk Dua Tiang Tujuh Layar, yang bercerita tentang masyarakat pembuat phinisi. Perbedaan antara musik TTATW dan Kapal Udara sendiri adalah, Kapal Udara terasa lebih ringan, sangat mudah dibuat bergoyang ringan sejak pertama mendengarnya. Perbedaan lain tentunya mereka asli tanah Daeng, seperti judul lagu TTATW Malino yang merupakan dataran tinggi di Sulawesi Selatan, sehingga musik dan melodinya kental dengan nuansa musik tradisional daerah terutama pada melodi gitar yang dibuat bersahutan dengan sangat bersahaja. Meski liriknya sarat akan perjuangan dan kemanusiaan yang cenderung kelam, tapi rasanya sangat asik mendengar lagu-lagu dalam album ini untuk injeksi semangat di pagi hari, atau bahkan selama perjalanan luar kota apalagi saat melewati pemandangan persawahan, tepi pantai, atau hutan. Perasaan sama yang kurasakan saat berulang kali mendengarkan album "3 Hari Untuk Selamanya" milik Float di tengah perjalanan.

Aku tidak mau menikmati band "berbahaya" ini sendirian. Kalian harus coba dengarkan juga ya, karena Seru dari Hulu tak hanya seru di hulu saja, tapi juga di tempat kalian berpijak sekarang.









14 October 2018

Akhirnya Satu KK!!

Setelah setahun lebih menikah, aku dan Rizal masih memiliki KTP dengan alamat berbeda. Selama setahun lebih ini pun kami selalu membawa buku nikah kemanapun kami pergi teruama saat keluar kota. Apalagi setelah dengar cerita orang tuaku saat terpaksa mencari penginapan di sela-sela perjalanan mudik pertama mereka. Bukannya beristirahat dengan santai, mereka malah sempat ditolak karena nggak bawa buku nikah. Padahal sudah pamer cincin kawin bergrafir nama pasangan lho, tapi penjaganya tetap nggak percaya. Nah, selain itu, aku dan Rizal khawatir kalau kedepannya akan ada kesulitan entah saat mengurus akta kelahiran anak maupun KIA (Kartu Identitas Anak). Jadi mumpung belum hamil tua dan kondisi lagi (alhamdulillah) fit, akhirnya aku memutuskan cuti 1 minggu penuh untuk mengurus KK dan KTP di Jogja.

Setelah minggu sebelumnya Rizal berjuang mengurus Surat Keluar (kurang lebih sebutannya begitu) di Banyuwangi, minggu ini kami mengurus Surat Masuk di Sleman sebagai modal pengurusan KK dan penggantian KTP baru. Untuk Surat Keluar Banyuwangi, kurang lebih Rizal menghabiskan waktu 2,5 hari karena ternyata harus mengurus SKCK juga. Sedangkan untuk pengurusan Surat Masuk di Kantor Kecamatan dengan meminta Surat Pengantar dari Ketua RT, RW, Dukuh dan Lurah terlebih dahulu, sekaligus mengurus di Dispendukcapil Sleman, hanya membutuhkan waktu satu hari saja! Aku mulai pengurusan dari sekitar jam 09.45 pagi sampai jam 02.30 sore. Dan di waktu satu hari itu pun aku sudah mendapatkan KK dan KTP baru sekaligus. Woohooow!

Alhamdulillah berkat KK dan KTP beralamat sama kami resmi jadi keluarga beneran :))


Rasanya salut dengan kondisi birokrasi yang sudah mulai memangkas waktu pengurusan. Kelancaran ini juga nggak akan terjadi tanpa bantuan dari salah satu petugas di Kantor Kecamatan.Waktu itu aku sempat lihat di meja pelayanan ada tulisan "blanko e-KTP habis". Eh, tiba-tiba si Bapak Petugas keluar dengan membawa form pembuatan KTP (entah itu blanko yang katanya habis atau bukan) dan menawarkan pembuatan e-KTP sekaligus, sembari menunggu KK selesai dicetak. Meskipun awalnya sempat menyanggupi pencetakan KTP baru selesai dalam 2 minggu, namun ternyata KTP bisa dicetak di hari yang sama dan hanya dalam hitungan menit. KK pun begitu. Sempat diberi pesan Pak Dukuh bahwa pengurusan KK bisa makan waktu sampai 5 hari, eh ternyata dalam hitungan menit pun bisa selesai di Kantor Kecamatan. Yang penting semua berkas sudah lengkap dan data-data yang diisikan di formulir KK dan formulir KTP sudah sesuai semua. Karena (sepertinya, berdasarkan kesoktahuanku) seluruh data penduduk sebetulnya sudah terintegrasi secara online, jadi kalau nomor KTP dan seluruh data yang diisi sudah benar, petugas akan lebih mudah melakukan verifikasi dan menerbitkan KTP baru.

Inti alurnya sih kita harus mengurus Surat Pindah Penduduk untuk mendapatkan KK baru, baru kemudian bisa mendapatkan KTP dengan alamat yang sama. Surat Pindah Penduduk pun harus diurus dengan mendapatkan Surat Keluar dari tempat asal dan diserahkan ke tempat tujuan untuk mendapatkan Surat Masuk (semacam surat izin menjadi penduduk di tempat yang baru), barulah kita bisa mengurus KK dan KTP baru. Lebih lengkapnya aku bahas minggu depan yaa..


Pada akhirnya cuti seminggu tidak dihabiskan hanya untuk mengurus KK dan KTP saja seperti bayanganku sebelumnya tentang keribetan proses birokrasi dan administrasi. Cuti kali ini lebih berfaedah karena aku jadi punya banyak waktu untuk istirahat total setelah UTS yang cukup bikin keriting, nostalgia jalan-jalan 'selaw' sama mama dan Rizal, dan tentunya kangen-kangenan dengan sahabat-sahabat SMA. Akhir kata, terima kasih Pak Petugas Kecamatan yang paling gercep se-Sleman! Terima kasih telah membuat cutiku jadi lebih berarti ya, Pak.. :D







02 October 2018

Letter for You (part 3)

It's been a while since my last writings about you. I'm sorry for being too busy and not writing about you, even forget to consume the vitamins; I have to make a daily reminder anyway. 

In this fifth month, I can feel you moving, and sometimes kicking, more actively. I feel it cute and funny at the same time. I was actually feel your movement since around a month ago, but I thought that was just a wind circling inside my tummy. I was confused at first whether it's just my feeling or it's you really moving. But now, feeling you moving down there makes me feel accompanied.

I can't guess your movement especially the timing. It's sometimes before I go to bed or when I feel so full after eating (are you trying to tell me that you're squeezed down there?? Hahaha).  Sometimes when I need to be awake late at night, finishing my tasks or campus assignments, you keep moving like wanna tell me to stop and rest. Oh you're so funny, my Dear.

Beside your movement, you also turn me into an eating monster. I eat in normal portion, but then 2 hours later I already feel so hungry, just like right now when I'm writing this (I eat nasi pecel at 11  am. and hungry at 1 pm.). Well, I think we cooperate well. I can eat a bit more than usually I am or ask for sweet treats, and telling anyone that it's you who actually wants it. :p

Well my Dear, be healthy and take care down there. See you in 3-4 months.
Love you.. :)




30 September 2018

Kunto Aji - Mantra Mantra (review)

Kurang lebih 2 mingguan yang lalu, sesaat setelah rilis di Spotify dan diunggah seorang temanku lewat IG Story, aku langsung mendengarkan album ini. Sekitaran subuh lebih tepatnya, waktu aku menyelesaikan pekerjaan yang diambang deadline. Belum terlalu mendengarkan detail liriknya, tapi alunan musiknya begitu syahdu dan cocok dengan suasana subuh yang masih tenang.

Baru sekitar tiga harian ini aku mendengarkan dengan seksama bait-bait yang ada di Mantra Mantra, dan harus kuakui bahwa Kunto Aji adalah seorang yang brilian. Bagaimana bisa ia menggabungkan nada-nada yang minor dengan suasana n-Danilla namun tidak menggalaukan, ditambah syair yang justru syarat akan kata-kata motivasi yang tidak cheesy?


Album ini dibuka dengan Sulung yang berdurasi kurang dari dua menit dengan nuansa musik ambient dengan lirik singkat berulang, "Cukupkanlah ikatanmu.. relakanlah yang tak seharusnya untukmu.." dan dihiasi gitar genjrengan gitar akustik menjelang akhir lagu yang menaikkan suasana dengan kata-kata pamungkas, "yang sebaiknya kau jaga adalah dirimu sendiri". Sepertinya diperuntukkan bagi orang-orang yang belum bisa move on dari apapun untuk berhenti mengharapkan apa yang bukan miliknya dan tidak semestinya terus-menerus dipikirkan. :)

Masih dengan nuansa ambient bertempo lambat, Rancang Rencana menyambut di lagu kedua. Potongan syair, "Dalam kuingat, suara terdengar, jangan berubah, jangan berubah," seperti mengajak kita untuk menjadi diri sendiri (mungkin) ketika kita sedang akan menyingkap takdir, seperti kata Kunto Aji. Lagu ketiga, Pilu Membiru, adalah lagu patah hati. Cukup menyayat bagi siapapun yang sedang berjuang keluar dari jurang lara. "Tak ada yang seindah bola matamu, hanya rembulan. Tak ada yang selembut sifatmu, hanya lautan". Selamat menyayat diri.

Topik Semalam jika ditilik dari liriknya sebenarnya cukup menggelitik karena.. Yah, mungkin kejadiannya sedang banyak ya di sekitar kita; ada cewek mempertanyakan kejelasan masa depan mereka ke cowoknya, sementara mungkin cowoknya masih punya banyak rencana yang harus diselesaikan. "Jika kau bisa bertahan menungguku di sini, ku pastikan engkau bahagia.." Tampak meyakinkan. Sampai muncul syair, "Kau jangan takut, meski semua masih di kepala". Duarr! 

Lagu keempat, my personal favorite, Rehat. Dalam sekali maknanya untuk aku pribadi, apalagi saat didengarkan sambil berkontemplasi, sendirian. "Tenangkan hati, semua ini bukan salahmu.." adalah sepotong lirik penghibur, "...biarkanlah semesta bekerja, untukmu." penyemangat dan juga pengingat bahwa bagaimanapun dan sebaik apapun yang kita kerjakan, kita tetap harus membiarkan semesta (atau Tuhan) mengambil alih bagian-Nya. Adanya bagian solo piano lepas menit ke 3.10 mengajak kita untuk tenggelam lebih dalam pada ketenangan batin sembari mendengarkan batin yang berbicara pada pikiran, "Wis, ojo ngoyo.."

Bagi para perantau yang sedang berjuang di Jakarta, lagu kelima barangkali sangat bisa dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari sejak di pembuka lagu, "Dalam hati aku selalu ingin beranjak pergi. Kota yang sama yang membuatku tegak berdiri. Hingar bingar sudut jalan yang takkan pernah mati. Kota yang sama yang membuatku merasa sepi." Menggambarkan Jakarta, Kunto Aji memainkan dinamika lagu dengan sangat cantik dengan tempo cepat setelah bait pertama dan kembali melembut di akhir.

Konon Katanya, satu lagu yang sudah lebih dulu rilis di akhir 2017, sedikit banyak menggambarkan (atau menampar?) diriku sendiri kalau seandainya aku dengarkan sekitaran 5-6 tahun lalu saat proses pencarian jati diri. Waktu menghadapi early twenties' crisis gitu deh kalau kata orang-orang. Ada yang sedang merasakan juga?

Pertama kali dengar Saudede, yang aku pertanyakan justru arti judulnya sendiri. Berdasarkan hasil pencarian di Wikipedia, Saudede ternyata perasaan nostalgia yang mendalam atau rasa melankolia yang berkepanjangan pada seseorang atau beberapa orang yang merasa kehilangan orang yang dicintainya. BOOM! Meskipun aku pribadi belum bisa mengkorelasikan antara judul dengan liriknya, tapi nomor ini sangat nyaman dan menenangkan saat didengarkan. Akhirnya, album ini diakhiri dengan lagu Bungsu yang tampak seperti lanjutan dari lagu Sulung di awal.

Dari yang aku baca lewat beberapa artikel, ternyata  Kunto Aji cukup lama dan detail dalam mempersiapkan album ini. Selain menggandeng empat produser, ia juga berkonsultasi pada psikolog tentang masalah mental yang tidak melulu tentang depresi dan bunuh diri. Pada dasarnya album Mantra Mantra ini utamanya untuk menjaga kewarasan pendengar dan penggemarnya. Di beberapa lagu pun ia sengaja memasukkan frekuensi 396 Hz yang menurut penelitian bisa mengeluarkan racun atau pikiran negatif, sehingga membuat pendengar merasa lebih baik, lebih semangat dan lebih optimistis (hasil baca di sini).

Selamat untuk Kunto Aji, album ini adalah lompatan besar setelah album Generasi Y sebelumnya terutama dari tingkat kedewasaan dan kematangan karyanya. Dan selamat mendengarkan untuk sahabat-sahabatku yang penasaran (klik di sini).




23 September 2018

Skincare Tercocok 5 Bulan Ini

Hormon > Skincare ≠ Pregnancy Glow


Entah kenapa, lima bulan ini rasanya pakai skincare apapun rasanya nggak pengaruh ke tingkat ke-glowing-an wajah. Apalagi waktu masa-masa 3 bulan pertama, yang ada malah jerawatan dan beruntusan. Apa mungkin skincare-nya kurang mahal jadi susah menembus keganasan para hormon??

Jadi di awal kehamilan aku dan Didi sempat kembaran skincare lokal Indonesia yang sangat filosofis bin edgy, Sandara Jiwa. Bahan-bahan yang digunakan pun bahan organik jadi dijamin aman untuk ibu hamil. Selain itu, banyak review yang menyatakan cocok memakai produknya meskipun tidak instan. Waktu itu aku sempat mencoba Calendula Toner dan Forbidden Black Pitera Serum selama kurang lebih 1,5 bulan. Namun apalah daya karena memang kekuatan hormon lebih membabibuta dikala itu, yang ada malah beruntusan dan jerawatan. Pasukan Sandara Jiwa pun terkalahkan.

Sempat bingung dan nggak pede dong, karena rasanya muka jadi semakin kusam, berminyak, berjerawat yang intinya tidak layak tampil di permukaan. Sampai tibalah aku pada titik pasrah menanti sampai keganasan hormon ini mulai mereda dan putus asa nggak mau pakai skincare apapun. Di tengah kegalauanku, aku ingat kalau masih punya senjata andalan sejuta umat yang selama ini terlupakan: Aloe Vera dari The Face Shop. 


Produk ini umurnya mungkin hampir (atau sudah) sekitar 2 tahunan, dapat gratisan setelah beli BB Cushion + isi ulangnya. Sempat lama dianggurin karena nggak tau kegunaannya buat apa dan cuma dipakai sesekali setelah pulang dari pantai atau kepanasan. Ternyata oh ternyata.. Benar juga kata orang-orang kalau produk Aloe Vera semacam ini tuh memang sakti banget. Di bulan kelima kehamilanku, yang mungkin terbantu dengan menjinaknya para hormon juga, wajahku jadi jarang banget jerawatan dan sekarang sudah nggak begitu beruntusan. Aku pakai produk ini setiap habis mandi, kapanpun setelah cuci muka dan sebelum tidur. Tips dari Kak Yuwan yang cukup ampuh di aku adalah pakainya agak banyak sebelum tidur, jadi difungsikan seperti masker. Hasilnya, ciamik!

Nah, seminggu yang lalu aku sempat malas cuci muka; pulang kuliah udah capek, cuma bersihin muka pakai Micellar Water, tidur. Baru sekitar 2 hari seperti itu, ternyata muncul 2 jerawat di tempat yang cukup mencuri perhatian di wajah. Ternyata memang kebersihan wajah masih jadi hal yang harus diperhatikan, mengingat si hormon juga belum benar-benar hilang. Nah untuk prosesi double cleansing aku pakai Micellar Water dari Pond's yang super murah hasil iseng coba-coba (karena harga Bioderma semakin melangit huhuu.. Dan waktu itu tergoda coba karena Kak Yaya juga pakai hehe *yaiyalah kan dia BA-nyaaa*) Daaan dilanjutkan cuci muka pakai Cetaphil. Ngomong-ngomong soal Cetaphil, produk ini juga termasuk cukup mahal menurut aku. Tapi eh tapi, kita harus pintar-pintar cari celah, misalnya cari diskonan di online shop. Pengalamanku, Sociolla adalah salah satu yang cukup sering bikin program diskon dan bundling. Waktu itu aku beli Cetaphil segede bagong bonus 2 produk berukuran kecil (travel size) cuma seharga IDR 199.000. Selain itu, si bagong ini pun super hemat karena pump-nya bikin kita nggak menumpahkan cairan yang berlebihan seperti di produk yang ukurannya lebih kecil. 




Terakhir, yang wajib dipakai mau hamil atau enggak adalah tabir surya alias sunscreen. Sebelum hamil aku sudah cocok dengan produk Biore Aqua Rich ini karena menyerap cepat di wajah dan yang terpenting nggak bikin jerawatan.



Sebetulnya aku juga bukan orang yang terlalu pintar memilih skincare, apalagi aku orangnya males repot. Jadi prinsip utamaku adalah "yang penting cocok", yang berarti nggak bikin jerawatan dan bruntusan wajahku yang super berminyak ini. Kalau orang-orang biasanya berminyak cuma di T-zone, aku bahkan di O-zone alias seluuuuruh wajah (bikin istilah sendiri). Sebagai gambaran, aku adalah orang yang cukup boros pakai Oil Control Film (semacam kertas pengangkat minyak di wajah itu lho..). Biasanya belum jam istirahat siang bisa saja habis 2 lembar sekaligus sekali pakai. Super oily kan? Ditambah lagi wajahku cukup sensitif terhadap skincare baru, jadi aku nggak terlalu berani coba ini-itu. Jadi untuk skincare, aku nggak mau ambil risiko dan sepertinya masih akan bertahan dengan empat produk dasar itu sampai nanti ada dana urgensi lebih untuk pakai varian SK-II seperti waktu persiapan pernikahan dulu. Hihihi.







16 September 2018

The Last Goodbye..

Yah.. Lagi-lagi salah satu platform penyimpanan foto dan memori digital akan tutup buku untuk selamanya. Path, menyusul Friendster, akhirnya akhir minggu ini mengumumkan lewat postingan yang beredar di dunia maya, "The Last Goodbye".



Jujur aja, meskipun sudah nggak pernah aktif nge-Path selama sekitar 2 tahunan ini, rasanya tetap sedih kehilangan salah satu platform paling hits di zamannya, mungkin sekitaran tahun 2011 - 2015. Aku sendiri dulu aktif di Path di masa-masa akhir studi S1, sekitar tahun 2013. Selain itu Path juga yang menjadi saksi perjuangan skripsiku (mulai dari check-in di kafe, upload foto gelas kopi di samping laptop, foto-foto kelulusanku dan teman-teman), dan terutamanya saksi perjuangan daftar kerja sampai tahun-tahun awal ditugaskan di Banyuwangi. Aku bukan termasuk pengguna yang getol memanfaatkan fitur "wake up" dan "sleep" karena yaaa ngapain tiada berfaedah menurutku. Untuk ajang pamer waktu sering-seringnya jalan-jalan, aku cukup mengaktifkan "neighborhood" yang otomatis meng-update statusku jadi "Arrived at...."

Beberapa Moments yang sempat aku selamatkan (belum semua), akan aku bagikan di sini. Dengan harapan, semoga Blogger umurnya masih panjang yah.. AMIIIN (makanya rajin-rajin posting dong <-- kaca="" ngomong="" p="" sama="">


Masa-masa akhir S1-ku diisi dengan nge-band sana, nge-band sini. Karena pada dasarnya nggak punya band tetap (sebelum Boarding Room yang waktu itu sempat gabung kurang dari setahun), bahkan aku sempat memproklamirkan diri sebagai "loyal freelance vocalist" #yazek. Bersama Boarding Room, aku sempat ikut manggung di Semarang dan Purwokerto yang waktu itu jadi band pembuka untuk Adera. Selain itu, "prestasi" lain adalah jadi band pembuka untuk Banda Neiraaaa!! Band indie akustik yang saat itu lagi naik daun. :')




Selesai masa kuliah, masuk lah ke masa kerja yang diawali dengan Samapta, pelatihan ina-ini-ina-itu, main ke simulator pesawat di GITC, perpisahan dengan teman-teman sekosan yang lebih dulu dikirim OJT, dan sebetulnya masih banyak lagi Moments yang belum disimpan ulang.

Satu hal yang spesial di masa pelatihan itu adalah aku dan dua temanku berhasil ikut Pilpres di Jakarta dengan penuh keluh kesah. Rasanya waktu itu senang dan lega sekali setelah perjuangan kesana-kemari panas-panasan jalan dan naik angkot. Ini dia Moment-nya.



Masa-masa awal penempatan di Banyuwangi pun terekam di Path. Mulai saat pertamaku menginjakkan kaki di Bumi Blambangan, pengalaman pertama ditilang gara-gara naik motor tapi belum punya SIM C, makan di rumah makan yang notanya ditulis ala kaligrafi, terbang dengan ATR waktu Gunung Ijen sedang kebakaran hebat sampai hutannya cukup lama menghitam, momen tersedih saat laptop hilang, dan pertama kali main di Pulau Menjangan dan Pulau Tabuhan.



Path juga merekam masa-masaku berkumpul dengan sahabat-sahabat terbaikku. Beberapa foto diunggah sebelum aku merantau, namun tidak sedikit yang diunggah waktu kami sudah sama-sama tersebar di kota yang berbeda.




Dari banyak Moments, inilah beberapa Moments yang ingin aku "selamatkan":



Ini kenanganku dengan Almh. Iroh, salah satu sahabatku semasa kuliah. Mulai dari belajar bareng para suhu akuntansi waktu mengulang kelas Akuntansi 2 (kalau nggak salah), meet up di Jakarta setelah kelulusan, daaaan yang paling ajaib adalah nggak sengaja ketemu di Bandara I Gusti Ngurah Rai waktu aku mau balik ke Banyuwangi dan dia sedang transit dalam perjalanan ke Labuan Bajo. Ketemuannya cuma sekitar 10 menit, tapi ya ampuuun teriak-teriaknya mungkin bikin orang di sekitar ruang tunggu terganggu ketentraman batinnya. Hahaha, maklum.. Kangen banget!!


Mau tidak mau cara menyimpan foto di sosial media harus diakui masih sangat ringkih. Apalagi dengan banyaknya sosial media baru yang bermunculan. Sudah banyak sosial media yang kita percaya sesbagai penyimpanan memori berguguran, mulai dari MySpace, Friendster, dan sekarang Path. Paling aman saat ini mungkin penyimpanan di Cloud. Atau mungkin, justru cara jadul seperti mencetak foto dan menaruhnya di album?