28 January 2018

Perkara Rantau, Rindu, dan Rumah



Ada kebiasaan-kebiasaan sepele yang terekam di sela dinding yang diam-diam aku hirup perlahan dan rekam dalam otak. Bukan penyimpan memori jangka panjang yang baik, rasanya ingin kuhirup terus sampai menjadi memori permanen; sewaktu-waktu kubuka dan kusesapi pelan untuk sedikit merapikan rindu yang terserak porak.


Ada harga yang harus dibayar untuk sekedar merasakan sop ayam favorit masakan suami, di rumah yang kami sama-sama usahakan berdua, di tengah hari yang dulu nampak biasa, dan sekarang menjelma menjadi sebuah kemewahan.

Kekhawatiranku saat ini bukan tidak bisa pulang, justru pulang lah yang membuatku berat untuk kembali pergi. Bahwa sejak hari pertama pulang, pikiranku sudah ada di hari aku meninggalkan rumah. Rindu yang ditabung, belum puas ditebus. Jiwa ini rasanya masih haus.







20 January 2018

Bromo, from first-timer perspective

... who climbed the hill too early, shivered by the mountain wind, back to the car, fell asleep, ended up too tired to wake up at sunrise, and no jeep-adventuring at all.

02a10dae-4484-4efe-9c76-de951ebb5e61

Sejak memasuki jalanan area Bromo di malam hari, mobil kami sempat beberapa kali diberhentikan oleh segerombolan (yang sepertinya, sih) penduduk sekitar. Mereka semua mencoba menawarkan sewa Jeep. Karena waktu itu adalah kali kesekian Rizal naik Bromo, kami memutuskan untuk jalan terus dan tidak menghiraukan tawaran-tawaran itu.

Di salah satu gerombolan, ternyata bukan cuma Jeep saja yang ditawarkan. Salah satu dari mereka menawarkan diri untuk menjadi guide sampai ke bukit tempat menyaksikan matahari terbit dengan biaya sekitar IDR 250ribu. Tentu saja, kami tidak menghiraukannya. Mantra kami hanya "in Google Maps we trust", di samping memang Rizal sempat beberapa kali ke sana dan yakin kalau bukit yang dimaksud sebetulnya tidak jauh-jauh amat.

13 January 2018

Sate Klathak Pangestu (review)

Masih dari liburan tahun baru di Jogja 2 minggu lalu, sepulang sarapan di Cengkir Heritage Coffee and Resto, kami sekeluarga randomly main ke Museum Gunung Merapi. Ternyata di jalan masuk yang sama dengan museum, ada tempat wisata yang lumayan baru yaitu Merapi Park - The World Landmark. Selain karena aku dan keluarga ngga suka selfie, kondisi yang super duper ramai saat libur tahun baru bukan waktu yang tepat untuk kita-kita yang ingin mampir karena sekedar ingin tahu.

Museum Gunung Merapi sendiri terhitung sangat lengkap. Ada ruang pamer khusus yang menampilka dapur dan beranda rumah yang terdampak letusan Gn. Merapi tahun 2010 yang dimuseumkan (lengkap dengan debu-debunya), ada informasi tentang gunung berapi di Indonesia dan dunia yang disertai peraga, infografis tentang edukasi bahaya erupsi dan cara menghindarinya, sampai informasi tentang becana lain seperti gempa bumi dan tsunami. Kalau belum puas dengan informasi-informasi yang ditampilkan, bisa juga nonton film dokumenter berdurasi sekitar 15-20 menit berjudul Mahaguru Merapi yang diputar di ruang audiovisual. Tiket masuk museum dan nonton filmnya murah, masing-masing hanya IDR 5.000 untuk wisatawan domestik dan IDR 10.000 untuk wisatawan mancanegara. Meskipun lengkap, namun sayang sekali museum ini kurang terawat. Plafonnya banyak yang jebol, beberapa bagian tembok lembab, lantainya tampak kurang kinclong, dan beberapa peraga tidak berfungsi.


07 January 2018

Cengkir Heritage Resto and Coffee (review)

Setelah kurang lebih tiga tahun selalu "jaga kandang" selama peak season, akhirnya pergantian tahun 2018 kemarin aku berhasil mudik dan menikmati long weekend di rumah Jogja. Kalau ditanya tempat yang asik untuk menghabiskan malam tahun baru di Jogja, aku sejujurnya nggak ngerti karena memang tradisi aku dan sahabat-sahabatku selalu sama sejak lulus SMA: sleepover dan BBQ-an di rumah salah satu diantara kami yang letaknya di desa atau di pegunungan. Jadi, sebetulnya pulang kemarin pun nggak jelas juga mau kemana, wong selama jadi orang Jogja malah ngendon aja di rumah pas long weekend.

Karena nggak punya agenda yang jelas selain leha-leha di rumah, orang tuaku mengajak sarapan di tempat tradisional tapi kekinian. Nah lo, tradisional tapi kekinian. Gimana tuh? Ya, namanya Cengkir Heritage Resto and Coffee. Berada di daerah utara, lebih tepatnya di Jalan Sumberan II (utara Jalan Damai), meskipun namanya 'keminggris' dan kekinian, namun percayalah, makanan yang disajikan sangat amat ndeso.

24839EEF-DB7F-4B6D-BA02-1E6633459EC4

Di piring saya : nasi merah, oseng-oseng genjer, tempe kuah santan (ngga tau namanya apa, 'jangan tempe'?), dan ikan pindang.

02 January 2018

Hello, 2018!

Happy new year!

Well, niat hati update waktu long weekend kemarin, apa daya karena terlalu padatnya aktivitas tahun baruan di Jogja, alhasil baru sempat update sekarang, 2 Januari 2018 jam 08.00 di K-A-N-T-O-R! (pardon, ma Boss)

6bca770631937283e8787896b4bf08cd
image source



Dalam rangka mengejar ketertinggalan Blogging Challenge dari Mba Yuwan dan Ganes, kali ini mau update yang singkat-padat-jelas dan tinggal nulis ulang dari note di hp yaitu tentang RESOLUSI. Seumur hidup aku nggak pernah bikin resolusi semacam ini. Tapi terinspirasi dari Mba Yuwan, kayaknya asik juga bikin resolusi yang ngga usah muluk-muluk dan simple, yang bisa diimplementasikan sehari-hari. So, here are my resolutions: