27 May 2018

Ini Dia yang Spesial dari Surabaya..

Memang ya, yang namanya daerah kalau dipimpin sama profesional dari bidang Arsitektur atau Tata Kota itu pasti makin cantik dan teratur. Bandung, makin keren. Surabaya, apalagi. Di bawah kepemimpinan Bu Risma, banyak sekali perubahan yang terjadi, mulai dari taman yang bermunculan dimana-mana, revitalisasi sungai, revitalisasi Jalan Tunjungan dengan gedung-gedung lawasnya, dibuatnya jalan baru "frontage" Jalan A. Yani untuk mengurai kemacetan di jalan itu, dan masih banyak lagi.

Sejak kecil, aku dan keluarga pasti mengunjungi kota ini setahun sekali saat lebaran. Maklum, mayoritas keluarga besar memang asli Jawa Timur dan kebanyakan berdomisili di Surabaya. Dulu, rasanya Surabaya tidak seteduh dan seteratur ini. Serius! Surabaya yang bertajuk "tepi laut" ini rasanya panas dan gersaaang sekali. Selokan rata-rata berbau tidak sedap, pun sungainya kotor. Apalagi kondisi jalanannya, haduh.. Semrawut! Di setiap lampu merah pasti hampir semua pemotor berlomba-lomba jadi yang paling depan bahkan melampaui garis marka sampai di tengah-tengah persimpangan. Sungguh kontras dengan keadaan lalu lintas di Jogja yang kalem, teratur dan sopan (sampai-sampai waktu lampu hijau sudah menyala hampir 10 detik, seringkali mobil paling depan nggak jalan-jalan.. #ups).

Bu Risma ini benar-benar memperhatikan hal-hal kecil. Mungkin kelihatannya sepele, tapi benar-benar menambah keindahan dari kota ini. Yes, penutup saluran air yang ada di sepanjang trotoar. Rasanya serasa jalan-jalan di luar negeri gituuu... 



Penutup saluran air di Jln. Tunjungan ini lah yang pertama aku lihat. Cakep yah.. :D

Kalau ini seingatku di depan Soto Kenari Jln. Simpang Dukuh


Dua terakhir, di depan Tunjungan Plaza alias di Jln. Basuki Rahmat


Sepertinya penutup saluran air yang keren-keren ini baru ada di sekitaran jalan protokol atau di tengah kota. Kalau kalian ada informasi tempat dan motif lain, kabari aku ya.. :D




20 May 2018

Keranjingan Migo

Marhaban yaa Ramadan!
Wah, nggak terasa akhirnya kita bisa kembali menikmati bulan Ramadan (alhamdulillah yah..). Ramadan tahun ini cukup spesial buatku, karena ini kali pertama ber-Ramadan bersama Rizal. Selain itu, tantangan demi tantangan juga muncul di tahun pertama pernikahan kami, salah satunya berpuasa di kota yang "baru". Kami pun harus beradaptasi untuk beberapa hal seperti jam sahur, tempat sahur, dan juga tempat membeli jajanan berbuka (hihi).



Jadi sejak Jumat lalu salah satu teman kos kami ada yang mulai menyewa sepeda listrik bernama Migo. Sebetulnya Migo bukan hal baru sih, karena sejak sekitar 2 bulan yang lalu aku sudah tahu info ini dari Didi yang gemes banget pingin sewa (tapi nggak sewa-sewa, hahaha). Setelah sempat mencicipi rasanya cari sahur dengan Migo pinjaman, akhirnya keesokan harinya aku dan Rizal memutuskan untuk sewa sendiri.




Cara sewanya gampang banget! Ini dia langkah-langkahnya:

  1. Download dulu aplikasi Migo di smartphone kamu.
  2. Lalu, lakukan registrasi nomor telepon, upload foto KTP dan foto selfie kita pegang KTP. Fotonya harus langsung lewat aplikasinya ya, guys. Alias nggak bisa upload lewat galeri foto.
  3. Jangan lupa memasukkan "Invitation Code" punya teman kita yaa (kalau ada). Lumayan shay, bisa dapat tambahan saldo IDR 10ribu! :D
  4. Klik "Submit" untuk diverifikasi oleh admin (agak lupa sih nama tombolnya apa, tapi sebut saja "Submit" yaa, hehehe).
  5. Nggak sampai setengah hari, akan ada WA dari admin Migo yang kasih kabar; perlu diulang atau sudah aktif. Kalau di kasusku kemarin, karena salah memasukkan nomor KTP, aku harus mengulang registrasi sekali lagi. 
  6. Kalau sudah, kita tinggal cari station terdekat, melakukan deposit, dan memilih sepeda listrik.
  7. Tinggal scan barcode yang ada di sepeda, dan.. Tadaaa! Migo Bike siap digunakan. :D


Kiri: tampilan peta station Migo (abu-abu berarti tutup, biru tua berarti buka)
Kanan: tampilan Invitation Code. Boleh loh pakai kodeku waktu registrasi. :D

Migo adalah solusi terbaik terutama di saat puasa Ramadan seperti ini. Rasanya cari sahur dan buka di sekitar kosan jadi lebih mudah dan cepat. Apalagi waktu mendekati jam buka puasa saat jalanan sekitar kosan yang cukup sempit dipenuhi penjaja takjil. Wadaw, bisa senewen kalau cari takjilnya pakai mobil. Selain itu, aku dan Rizal suka sekali pakai Migo untuk ngabuburit atau sekedar "cari angin" setelah makan malam. Selain bentuknya yang unik, sepeda listrik ini juga tidak berisik dan smooth (shock breaker-nya empuk), asik untuk jalan-jalan santai di sekitaran kosan.


Anyway, sewa Migo ini sangat seru dan penuh suka, tapi juga ada dukanya. 

Suka

  • Hemat, apalagi ada promo sampai bulan Juni. Bahkan temanku sempat kena biaya IDR 0 alias gratis. Wow!
  • Keseluruhan prosesnya mudah dan sama sekali nggak berbelit-belit.
  • Admin WA-nya pun ramah dan cepat-tanggap, plus terlihat sabar dari kata-katanya. :3
  • Bentuk dan warna sepeda dan helm yang sangat imut dan menggemaskan bikin semakin semangat untuk jalan-jalan. #penting
  • Bisa dikembalikan di station Migo manapun yang terdekat dengan tujuan atau tempat pemberhentian kita.
  • Ramah lingkungan.<3 li="">
Duka
  • Kalau baterainya habis, pedalnya akan sangat berat untuk dikayuh. Ini terjadi waktu Rizal dan temannya sedang boncengan. Pulang-pulang tepar. Hahaha! Ternyata setelah aku coba sendiri, hal itu disebabkan karena posisi pedal dan jok yang kurang ergonomis; jaraknya terlalu pendek sehingga kaki agak tertekuk dan kurang bisa mengeluarkan kekuatan maksimal untuk menggenjot. Selain itu, joknya cukup lebar kalau dibandingkan sadel sepeda biasa yang bisa membuat paha sebelah dalam jadi gampang pegal.
  • Ukuran sepeda listrik yang imut-imut menyebabkan tidak terlalu nyaman untuk dipakai berboncengan dalam waktu lama. Ujung-ujungnya, pantat pegal dan panas. Haha!

Oiya, untuk baterai sebetulnya ada solusinya. Saat penyewaan kedua kami, Rizal meminta agar charger-nya boleh kami bawa pulang (Rizal kapok nggenjot waktu low-batt apalagi pas di tanjakan hahaha). Dan ternyata "petugas" di station itu super baik dan memperbolehkan kami membawanya. Oiya, jangan dibayangkan station itu seperti halte ya. Di dekat kantor, aku pernah lihat station Migo ada di tempat makan, sementara yang di dekat kosan berada di rumah warga.




Yah, begitulah ceritaku tentang keranjingan Migo. Semoga.. Dengan mudahnya akses mencari sahur dan takjil berkat Migo ini, kualitas puasaku dan Rizal jadi lebih baik. Amiiiin.. 












13 May 2018

Heartbroken

This morning, in the middle of KulineRun's hype (running event), my heart was broken seeing a picture shared by Rizal that captured a chaotic church near my neighborhood, less than 2 kms away from where I live. It was bombed. Turned out, that wasn't the one and only bombing today. There were two others that blew in two different churches, at about the same time, and dropping many casualties. How could a human do an inhumane thing like that?? I was sad, angry and scared at the same time. The terrorist thing I watched back then was somewhere far. But this one, it's like.. It's happening in front of my face. So close.

It's more than twelve hours since the incident, but I still don't feel okay. It's like I'm holding my tears all day long. I actually feel like I don't wanna write anything. My mood was just dropped ever since. I tried to draw, but my feelings don't even change. Even I feel like I can't fake a smile for tomorrow's event where I have to be the host.


Tried to recreate some artist's drawing I found on Pinterest


I hope tomorrow everything will be okay when I wake up. Just like when I was a kid, when I was mad to my mom and went to sleep, in the morning I forget what happened the night before. Poof! Like nothing happen.


At the end, I wanna say that my heart goes to the victims and their families. Hope this city will recover as soon as possible, and be strong as it's always been.






06 May 2018

Some Progress that Matter

"Gimana, apa kabar resolusi 2018?"

Pertanyaan dari Mba Yuwan belum lama ini rasanya benar-benar menampaaarrrr! Bagaimana tidak? Lha wong 2018 sudah berjalan hampir separuh jalan, resolusi pertama dan kedua belum benar-benar terlaksana. Padahal itu adalah dua goals yang menurutku terpenting tahun ini (cerita tentang resolusi 2018-ku ada di sini).

Sebetulnya sudah sejak menamatkan Aroma Karsa aku kepingin beli buku lagi. Tapi karena nggak sempat-sempat nyeberang ke toko buku yang jaraknya nggak lebih dari 100 m di depan kantor, akhirnya rencana beli puku tertunda terus (well, antara nggak sempat atau nggak menyempatkan beda tipis sih ya). 

Ternyata kemarin Sabtu Rizal minta ditemani main bilyard bersama teman-temannya. Kebetulan sekali, pikirku, karena tepat di depan tempat bilyardnya ada toko buku kecil yang dari beberapa waktu lalu cukup menggelitik untuk ditilik karena namanya yang unik (wow it rhymes!), "tokobukumurahonline". Lah, online tapi kok ada toko fisiknya ya? Hmm.. Misteri sih. 

Begitu sampai di tempat bilyard, aku langsung menyeberangi jalanan yang cukup lebar saat matahari bagaikan ada dua siang itu (saking panasnya) menuju ke toko buku. Sesampainya di sana, bukannya senang tapi kecewa. Iya, kecewa. Karena aku disambut tumpukan tisu kering, tisu basah, dan juga beberapa perkakas rumah tangga. Ini sebetulnya toko apaan sih?? Dengan kekuatan pikiran positif, aku berjalan ke bagian dalam toko; rak buku dan alat tulis, alat menggambar dan mewarnai, kanvas yang ditata sekenanya... pakaian dalam??? Ok, kalau di sini ternyata nggak menjual buku bacaan mungkin aku akan beli pensil warna (desperate mode: on).

Setelah beberapa lama mengelilingi toko buku dengan gontai, akhirnya aku melihat satu hal yang tadi luput dari pandanganku: tangga! Astaga, bahkan tangga pun didominasi tumpukan tisu sampai-sampai terkamuflase seperti gudang. Setelah sempat bertanya ke penjaga toko, akhirnya aku bergegas menuju ke lantai dua yang ternyata surganya buku bacaan, novel dan komik. Di lantai dua, kondisi buku-buku bertebaran tidak hanya di atas meja tapi juga di bawahnya, semakin membuat si awam-karya-sastra ini kebingungan. Kapan-kapan deh, kalau ke sana lagi aku fotoin.

Setelah sekitar satu jam berputar-putar, akhirnya aku membeli Inferno-nya Dan Brown, pengarang yang beberapa bukunya sempat aku koleksi semasa SMP tapi berakhir hilang dipinjam orang (hiks). Buku ini bukan buku baru sebetulnya, bahkan juga sudah sempat difilmkan. Tapi karena belum sempat punya dan baca, pun sinopsis di halaman belakangnya menarik, jadilah aku membeli buku ini. Saat membayar, ternyata pegawainya menawariku untuk membuat kartu anggota dan kartu diskon dengan membayar IDR 30ribu supaya buku yang aku beli nanti mendapat diskon selama 4 bulan kedepan. Menurutku cukup worth ya, misalnya novel Inferno ini, harga pasarannya IDR 145ribu, harga toko IDR 118ribu (kalau nggak salah), menjadi IDR 103ribuan dengan kartu diskon. Wow murah bangeeeet! Jadi ingat sama Toga Mas Condong Catur, Jogja, toko buku dengan harga super miring.



Sebetulnya inti dari cerita ini, aku ingin menceritakan pogress "penyembuhan" dari kecanduan media sosialku dan juga progress membacaku selama sehari kemarin. Entah karena gaya cerita Inferno yang cukup mengalir atau karena memang novel ini adalah tipe novel yang aku sukai, dari siang setelah aku beli sampai malam sebelum tidur aku berhasil membaca kira-kira 120 dari total 700 halaman. Not bad, kan? Sebagai manusia yang mudah terdistraksi notifikasi handphone, aku merasa cukup bangga karena bisa merasakan cukup tenggelam kedalam ceritanya. Rasanya bisa kembali menjadi "Bonbon jaman SD-SMP", hihi. 



Harapanku, semoga minggu depan bisa balik lagi ke toko buku itu untuk membeli buku baru lagi. Amiiiin..