Tiga minggu lebih berlalu, aku yang masih begini-begini saja, rasanya malu pada anakku yang lebih cepat belajar. Belum genap dua minggu waktu itu, ia sudah bisa duduk anteng di car seat untuk menjemput eyangnya di stasiun. Minggu lalu waktu belum genap tiga minggu, ia pun sudah mau meminum ASIP dari cup feeder untuk persiapan kalau-kalau aku harus pergi atau kuliah. Aku malah makin minder karena bahkan memakaikan baju sehabis mandi saja rasanya masih terlalu lama sampai-sampai si anak bayi kedinginan, protes dan berakhir menangis sejadinya (ini salah satu contoh ujian dadakannya).
Rasanya nggak adil, ya. Nak bayi sudah begitu nurut dan nggak rewel saat harus belajar sesuatu yang diluar kebiasaannya, tapi aku sebagai ibu masih kagok, kaku dan bahkan kadang bingung saat mengurusnya. Tidak kurang-kurang aku mengutuki diri sendiri saat anakku menangis atau tidak bisa tidur, tapi aku tidak bisa menjadi "problem solver"-nya.
Tapi bagaimanapun, ini proses belajar seumur hidup bagi kami berdua. Dan aku percaya bahwa di setiap prosesnya, di tahap apapun itu, pasti akan ada titik keseimbangan antara aku dan anakku, titik dimana kami berdua nyaman meskipun aku mungkin tidak melakukannya dengan sempurna.
No comments:
Post a Comment