"Gimana, apa kabar resolusi 2018?"
Pertanyaan dari Mba Yuwan belum lama ini rasanya benar-benar menampaaarrrr! Bagaimana tidak? Lha wong 2018 sudah berjalan hampir separuh jalan, resolusi pertama dan kedua belum benar-benar terlaksana. Padahal itu adalah dua goals yang menurutku terpenting tahun ini (cerita tentang resolusi 2018-ku ada di sini).
Sebetulnya sudah sejak menamatkan Aroma Karsa aku kepingin beli buku lagi. Tapi karena nggak sempat-sempat nyeberang ke toko buku yang jaraknya nggak lebih dari 100 m di depan kantor, akhirnya rencana beli puku tertunda terus (well, antara nggak sempat atau nggak menyempatkan beda tipis sih ya).
Ternyata kemarin Sabtu Rizal minta ditemani main bilyard bersama teman-temannya. Kebetulan sekali, pikirku, karena tepat di depan tempat bilyardnya ada toko buku kecil yang dari beberapa waktu lalu cukup menggelitik untuk ditilik karena namanya yang unik (wow it rhymes!), "tokobukumurahonline". Lah, online tapi kok ada toko fisiknya ya? Hmm.. Misteri sih.
Begitu sampai di tempat bilyard, aku langsung menyeberangi jalanan yang cukup lebar saat matahari bagaikan ada dua siang itu (saking panasnya) menuju ke toko buku. Sesampainya di sana, bukannya senang tapi kecewa. Iya, kecewa. Karena aku disambut tumpukan tisu kering, tisu basah, dan juga beberapa perkakas rumah tangga. Ini sebetulnya toko apaan sih?? Dengan kekuatan pikiran positif, aku berjalan ke bagian dalam toko; rak buku dan alat tulis, alat menggambar dan mewarnai, kanvas yang ditata sekenanya... pakaian dalam??? Ok, kalau di sini ternyata nggak menjual buku bacaan mungkin aku akan beli pensil warna (desperate mode: on).
Setelah beberapa lama mengelilingi toko buku dengan gontai, akhirnya aku melihat satu hal yang tadi luput dari pandanganku: tangga! Astaga, bahkan tangga pun didominasi tumpukan tisu sampai-sampai terkamuflase seperti gudang. Setelah sempat bertanya ke penjaga toko, akhirnya aku bergegas menuju ke lantai dua yang ternyata surganya buku bacaan, novel dan komik. Di lantai dua, kondisi buku-buku bertebaran tidak hanya di atas meja tapi juga di bawahnya, semakin membuat si awam-karya-sastra ini kebingungan. Kapan-kapan deh, kalau ke sana lagi aku fotoin.
Setelah sekitar satu jam berputar-putar, akhirnya aku membeli Inferno-nya Dan Brown, pengarang yang beberapa bukunya sempat aku koleksi semasa SMP tapi berakhir hilang dipinjam orang (hiks). Buku ini bukan buku baru sebetulnya, bahkan juga sudah sempat difilmkan. Tapi karena belum sempat punya dan baca, pun sinopsis di halaman belakangnya menarik, jadilah aku membeli buku ini. Saat membayar, ternyata pegawainya menawariku untuk membuat kartu anggota dan kartu diskon dengan membayar IDR 30ribu supaya buku yang aku beli nanti mendapat diskon selama 4 bulan kedepan. Menurutku cukup worth ya, misalnya novel Inferno ini, harga pasarannya IDR 145ribu, harga toko IDR 118ribu (kalau nggak salah), menjadi IDR 103ribuan dengan kartu diskon. Wow murah bangeeeet! Jadi ingat sama Toga Mas Condong Catur, Jogja, toko buku dengan harga super miring.
Sebetulnya inti dari cerita ini, aku ingin menceritakan pogress "penyembuhan" dari kecanduan media sosialku dan juga progress membacaku selama sehari kemarin. Entah karena gaya cerita Inferno yang cukup mengalir atau karena memang novel ini adalah tipe novel yang aku sukai, dari siang setelah aku beli sampai malam sebelum tidur aku berhasil membaca kira-kira 120 dari total 700 halaman. Not bad, kan? Sebagai manusia yang mudah terdistraksi notifikasi handphone, aku merasa cukup bangga karena bisa merasakan cukup tenggelam kedalam ceritanya. Rasanya bisa kembali menjadi "Bonbon jaman SD-SMP", hihi.
Harapanku, semoga minggu depan bisa balik lagi ke toko buku itu untuk membeli buku baru lagi. Amiiiin..
No comments:
Post a Comment