15 April 2018

Grace Sahertian - HELA (review)

Karena masih kangen nulis tentang hal-hal berbau musik, kali ini saya akan membahas debut penyanyi soul-jazz Grace Sahertian, HELA, yang sempat saya beli bulan lalu bersama Lintasan Waktu-nya Danilla.

Jadi saya punya kebiasaan, setiap ingin beli CD tapi bingung mau beli CD apa, saya selalu mengambil dengan "asal" berdasarkan desain atau artwork sampulnya. YesI'm that kind of person who judge an album by its cover. Dan bulan lalu pilihan saya jatuh pada album besampul putih dengan tulisan HELA dengan bayang-bayang kata-kata absurd di belakangnya. Yang membuat album ini menarik adalah bahwa tulisan HELA tersebut dicetak diatas kertas kalkir, yang ternyata setelah bungkus plastiknya dibuka adalah pembungkus album diluar kotak CD-nya. Nahlo, bingung nggak? Jadi beginilah penampakannya..





Di era yang serba simple ini, Grace membuat rilisan fisik debut-nya dengan sangat utuh, sangat lengkap, persis seperti album-album yang rilis di era 2000-an kebawah. Mulai dari kotak CD, ia tidak membuatnya bening tapi diberi potongan kata-kata, yang setelah saya telusuri ternyata potongan lirik Hela yang menjadi lagu pembuka di album ini. Album yang rilis di tahun 2016 ini dilengkapi buklet yang juga menggunakan bahan kalkir, berisi ucapan terima kasih dan pihak-pihak yang terlibat di setiap lagu. Sangat artistik sih kalau menurut saya karena tulisan di halaman belakangnya bisa tembus dan terlihat di halaman depannya. Hanya sayangnya buklet tersebut tidak sekaligus dilengkapi dengan lirik, hanya ada lirik Hela di halaman terakhir.



Untuk materi lagunya sendiri, saya menangkap bahwa Grace ingin menyasar ke niche market; penikmat jazz murni yang bukan sekedar musik pop dengan nada-nada "yang dimiringin". Lagu berjudul Hela yang menjadi pamungkas, misalnya, diletakkan di awal dengan aransemen world music dengan nuansa yang cukup gelap. Orang-orang yang tidak termasuk kedalam niche market itu, mungkin masih sangat awam dengan world music yang cukup kompleks. Saat mendengarkan lagunya pun liriknya sulit dipahami karena bukan menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Saya sempat terbayang bahwa mungkin liriknya berbahasa Maluku. Dan benar saja, berdasarkan artikel yang saya baca di sini, ternyata lirik lagu itu berbahasa Yamdena, bahasa warga Maluku Tenggara Barat yang sudah berusia lebih dari ratusan tahun dan hampir punah! Wow, ini tentu langkah yang sangat berani dari penyanyi yang baru saja bersolo karir. Ia berani melakukan eksplorasi tanpa mementingkan untuk memperkenalkan dirinya ke market yang lebih luas terlebih dahulu.

Di dalam album ini kita bisa menikmati karya dengan beberapa rasa, mulai dari jazz, world music, akapela, hingga gospel. Di lagu pertama, Hela, kita diajak berpetualang ke dunia world music dengan hentakan dan nuansa gelapnya. Freedom sebagai lagu kedua membawa kita berpindah menikmati aransemen jazz yang dinamis namun masih dengan nuansa gelap, ditambah adanya backsound senjata dan teriakan yang menggambarkan kekacauan atau peperangan sebagai pembuka lagu. Setelah dua lagu bernuansa gelap, Better to Love muncul dengan nada yang lebih ceria, salah satu jenis jazz yang  lebih bisa dinikmati khalayak ramai. Setelah lagu-lagu dengan tempo cepat, Grace menetralkannya dengan Picture Me yang diawali dengan senandungnya yang sangat manis. Lagu ini adalah satu favorit saya di album ini, apalagi saat memasuki bagian solo saxophone, membuat lagu ini secara keseluruhan sangat menenangkan dan cocok digunakan sebagai pengantar istirahat.

Selanjutnya, kembali membawa kita ke nuansa kesedihan, Grace mempersembahkan lagu Fallin', yang makin terasa menyayat dengan munculnya melodi violin di bagian akhir. Setelah dibawa ke nuansa yang mendayu, Grace membangunkan kita dengan gebrakan drum dan gitar listrik yang mendominasi di lagu Da Di De, yang juga dibumbui efek suara DJ disc-scratching sebelum mengawali nyanyiannya. Selanjutnya, tensi kembali diturunkan di lagu Diam yang dinyanyikan dengan format akapela, pun menjadi satu-satunya lagu berbahasa Indonesia di album ini. Di lagu Sun of Hope, Grace menutup album ini dengan aransemen world music dengan manis. 

Dengan segala idealismenya, dapat disimpulkan bahwa dari segi penggarapan fisik album hingga materi yang anti-mainstream, HELA adalah satu yang pantas dikoleksi.  



Ngomong-ngomong, saat menulis ini saya sempat mampir ke website Grace Sahertian yang ternyata sangat well-managed dan update (salah satu bukti bahwa Grace sebetulnya sangat siap terjun solo di dunia musik tanah air). Saya melihat bahwa Ia baru saja berkolaborasi dengan pemain saxophone kenamaan dunia, Kirk Whalum, pada single yang sangat catchy dan baru saja rilis, berjudul Beautiful.

Manis dan artistik sekali lho video klipnya.. 


Salam,

No comments:

Post a Comment