03 February 2019

Comfort Food

Sama seperti rumah, masakan ibu adalah tempat hati dan jiwa pulang.


Sejak 2014 lalu aku mulai merantau ke luar kota karena tuntutan pekerjaan. Praktis, aku jadi sangat jarang merasakan masakan mama. Paling hanya sebulan sekali waktu pulang, itu pun masih harus dibagi dengan acara makan di luar rumah. Pernah suatu saat tiba-tiba air mataku jatuh saat menonton iklan bumbu masak bertema Hari Ibu atau mudik (aku lupa). Duh, rasanya auto-kangen sama masakan mama terlebih lagi waktu itu belum bisa pulang karena peak season



Hanya sebagian kecil masakan mama yang terabadikan 


Sudah hampir tiga minggu ini mama menemaniku menanti kelahiran si Utun. Selain ingin jadi salah satu orang pertama yang melihat cucu pertamanya, mama juga turut menjaga kesehatan dan giziku lewat masakannya. Terbukti, di dua minggu awal mama di sini berat si Utun naik sekitar 300 gram. Hmm kalau berat badan emaknya sih jangan ditanya ya naik berapanya.. :p

Setiap hari mama dengan semangat memasak ini-itu, berganti-ganti menu. Semangatnya masih sama persis seperti masa-masa sebelum aku merantau. Mungkin sama seperti aku, beliau pun juga sedang menikmati masa nostalgia memasak untuk anaknya. Selama tiga minggu ini pun lidahku termanjakan masakan-masakan mama semasa aku sekolah dulu. Jadi ingat, waktu SMA bahkan mama hafal makanan kesukaan sahabat-sabahatku karena mama selalu memasak untuk mereka sewaktu mereka main ke rumah. Waktu itu pun aku sampai harus bawa bekal dua wadah; satu untukku dan yang lain untuk dimakan teman-temanku. 

Comfort Food atau yang secara harfiah adalah "makanan yang menenangkan", menurutku adalah makanan-makanan favorit yang bisa meningkatkan suasana hati, atau bisa juga makanan yang familiar dengan lidah kita, yang bisa membuat perasaan kita nyaman. Apalagi masakan orang tua kita, yang selama berbelas bahkan berpuluh tahun kita nikmati. Begitu tipikal masakan itu lama tidak kita nikmati, ada rasa kangen yang pasti akan muncul dalam hati kita. 

Aku pun beberapa kali berucap, "Wah, rasanya mirip kayak masakan mama," saat makan di perantauan saking kangennya meskipun yah, nggak mirip-mirip amat. Sama seperti aroma yang bisa memunculkan memori tertentu saat kita menciumnya lagi, menurutku makanan pun ada yang bersifat "nostalgic". Panca indera dan otak kita semacam terkoneksi dan bisa sewaktu-waktu menyimpan memori dan mengeluarkannya kembali berdasarkan apa yang kita rasa melalui panca indera, termasuk makanan yang kita santap. Tapi seenak dan semahal apapun makanan di luaran sana, bagiku tidak ada yang bisa menggantikan kenikmatan masakan mama.

Jadi selama tiga minggu terakhir ini rasanya senaaang sekali bisa bernostalgia dengan cita rasa makanan yang sangat familiar dengan lidahku. Meskipun mungkin bagi orang lain kurang gurih karena mama "anti mecin club", tapi justru itu lah yang membuat lidahku terasa nyaman. Semoga nantinya aku bisa seperti mama yang bisa selalu menyediakan Comfort Food buat keluarga. Amin... ❤


No comments:

Post a Comment