04 January 2013

Hari ke-4 : Rectoverso



Sebenernya yang namanya nulis di project #30HariBercerita itu semacem guilty pleasure. Bagian pleasure-nya jelas lah ya, kita bisa berbagi, belajar nulis dan mengutarakan ide, juga bisa belajar buat komit dan konsisten atas keputusan yang udah kita buat. Guilty-nya? Tugas yang bentuknya papers buat Ujian Akhir malah jadi kelihatan nggak menarik sama sekali. Serius. Sebenarnya hari ini saya kepingin libur nulis dan fokus menyelesaikan tugas-tugas yang terbengkalai. Tapi kok rasanya ada yang 'ngganjel' ya, semacem punya utang aja gitu.

Jadi sesuai dengan sneak peek yang saya tampilkan di posting-an yang kemarin, saya hari ini akan membahas salah satu album yang menurut saya unik cara menemukannya. Rectoverso karya Dewi Lestari (Dee). Sebagai salah satu penggemar kumpulan cerpen karya Dee, Rectoverso adalah karya yang brilian menurut saya. Di bukunya, Dee menambahkan gambaran visual fotografi pada setiap cerpennya. Ditambah lagi Dee menciptakan 11 lagu yang khusus dibuat untuk masing-masing cerpennya. Semacam karya 3 in 1. Ya cerita pendek, ya karya visual, ya karya musik. Kalau saya nggak salah ingat, Dee menyebut Rectoverso sebagai karya dia yang hybrid.


Di kota tempat saya tinggal, Yogyakarta, jumlah toko musik sangat terbatas. Begitu pun variasi dan jumlah album yang ada didalamnya. Alhasil begitu keluar kota, ke kota mana pun, satu tempat yang pasti saya hampiri adalah toko musik. Waktu saya ke Madiun, kota yang lebih kecil daripada Yogyakarta dan sempat saya underestimate, saya menemukan album ini. Waktu itu sekitaran akhir tahun 2011. Yap, dalam sebuah mall yang memiliki toko musik Bulletin yang cukup kecil, sepi, dan bahkan stoknya tampak sudah lama tidak diperbarui, saya menemukan barang yang di kota saya sangat langka ini. 


Buat saya, CD ini mengandung unsur magis yang bisa bikin merinding setiap mendengar beberapa lagunya. Pun, saya pernah mencoba membaca novel Rectoverso sambil mendengar CD-nya. Saya sempat tidak mau mendengarkan CD ini untuk sekian lama apalagi waktu mendung. Sumpah, bisa bikin galau mendadak. Pasti pernah kan, merasa mellow waktu mendung atau hujan rintik-rintik? Ya kurang lebih rasanya seperti itu tapi tanpa alasan yang jelas. 


Well, sebenarnya saya iri sekali dengan Mas Mohammad Ali Perdana peserta project #30HariBercerita yang sangat fasih mereview film dan album musik [link]. Dan sebenarnya saya juga kepingin mencoba mereview album ini. Tapi apalah daya, sekitar 30 menit sebelum jam 12 malam saya baru mulai menulis dan susah fokus gara-gara tanggungan papers yang sama belum ganti halaman sejak saya buka beberapa jam yang lalu. Bahkan kata-kata di posting-an ini pun rasanya sangat acak adut saking terburu-buru menulisnya.

Ya sudah lah. Kapan-kapan saya review dengan lebih serius lagu-lagu di dalam album ini. Ciao! 

03 January 2013

Hari ke-3 : Menggiatkan #1Bulan1CD

Di era globalisasi yang serba digital ini rasanya penyimpanan dan pertukaran data soft file menjadi sangat mudah. Kita bisa klik dan upload apapun cukup dengan duduk manis dirumah untuk bisa dinikmati orang-orang seantero dunia. File sharing yang biasa kita lakukan adalah download. Pasti banyak diantara kita yang lebih banyak mengunduh daripada mengunggah, terutama untuk urusan musik. Betul begitu sodara-sodara?

Nah, Gerakan #1Bulan1CD ini awalnya dicetuskan oleh teman saya yang bernama Theo Cahya. Dia juga pernah menulis hal serupa di blognya [link]. Kalau dihitung-hitung, Theo sudah menjalankan gerakan ini secara disiplin selama hampir 1,5 tahun. Ya, saya harus bilang WOW untuk kedisiplinannya! 

Gerakan ini awalnya diusung dengan semangat memperbaiki mental diri sendiri yang sering download album dari berbagai artis dengan maruk dan membabibuta. Bayangkan, band-band yang karyanya kita download itu rekaman di studio dengan tidak gratis. Proses mixing lagu juga bayar lagi. Belum lagi manajemen, sound engineer, dan kru-kru lain yang juga butuh duit dari hasil kerja mereka dengan band-band itu. Memang sih, mereka akan dapat bayaran yang besar dari hasil manggung sana sini. Tapi coba kita lihat, begitukah cara kita mengapresiasi karya yang muncul dari tingkat intelektualitas tertinggi manusia? Dengan cara mengunduh secara cuma-cuma? Saya rasa tidak. Jadi, meski awalnya men-download, kami sudah berjanji untuk segera membeli album fisik mereka begitu tersedia di toko musik dan begitu urusan keuangan juga sudah mencukupi. 

Gerakan serupa juga sebenarnya pernah kami baca di blog seseorang waktu Theo sedang blog-walking. Rasanya senang sekali mempunyai "teman" yang juga memiliki semangat yang sama. Sayangnya saya lupa blog orang itu. Kalau suatu saat kamu membaca ini, saya rasanya kepingin dadah-dadah dan bilang "Mari lanjutkan perjuangan kita!!!!" Oke, agak lebay. 



Kenapa 1 Bulan "cuma" 1 CD?

Sebenarnya menurut saya sah-sah saja kalau kita mau beli 5 CD sekaligus dalam satu waktu atau bahkan merapel 6 CD untuk 6 bulan yang bolong. Yang terpeting sebenarnya adalah apresiasi terhadap karya seni dan memperbaiki mental download gratisan. Hanya saja, seringkali kita yang mahasiswa dan pelajar ini sulit mengalokasikan uang jajan yang terbatas untuk jumlah besar, misal beli 5 CD sekaligus dalam satu waktu. Lain halnya kalau kita "mencicil" membeli 1 CD dalam 1 Bulan. Paling kita hanya akan mengeluarkan 25-40ribu rupiah untuk album musisi lokal.


Saya pribadi, suka mengoleksi CD. Terutama CD karya anak negeri yang awalnya saya lihat performa mereka lewat situs YouTube atau Soundcloud, atau referensi dari orang-orang sekitar. Kadang pun kalau tidak ada ide mau beli album apa, saya dengan random-nya memilih CD dengan artwork yang bagus atau unik. Sayangnya, saya masih tidak sedisiplin Theo; asal ada duit, langsung beli 3-4 CD. Rasanya memang kurang "nyeni" sih dibanding Theo yang bisa menjajarkan dengan rapi ke-12 CD yang sudah dikumpulkannya sejak bulan pertama hingga bulan keduabelas. Mungkin ke-tidak-nyeni-an itu lah yang akan saya benahi dan saya masukkan sebagai salah satu resolusi di tahun 2013.


CD adalah rekaman fisik yang saat ini saya dan Theo rasa paling berharga dari seorang atau sekelompok musisi. CD akan sangat berbeda dengan file unduhan yang telanjang tanpa cover, wadah, dan karya seni visual yang secara custom dibuat berbeda antara CD satu dengan yang lainnya. Di awal Theo menggiatkan gerakan ini, dia dengan menggebu-gebu mengiming-imingi saya, "Tau nggak, CD Mocca yang album pertama ada yang jual di Kaskus harganya 250ribu dan laku! Bisa jadi CD-CD yang kita beli sekarang value-nya naik banget Bon waktu kita tua nanti. Besok kalo kita nggak punya duit, tinggal jual-jualin CD kita aja. Kayak vinyl di jaman sekarang gitu Bon!"



Jadi,
Ada saran album siapa yang sebaiknya saya beli di bulan Januari ini? :)



SNEAK PEEK!
WHAT'S ON THE NEXT POSTS




02 January 2013

Hari ke-2 : Ullen Sentalu



Seperti yang saya ceritakan kemarin, acara tahun baru bersama teman-teman SMA berakhir dengan jalan-jalan ke Ullen Sentalu. Kalau dijabarkan sesuai dengan tagline nya, tempat ini adalah Museum Seni dan Budaya Jawa. Lebih spesifik lagi, dari keterangan guide-nya, museum ini merupakan elemen penyeimbang atas kraton Yogyakarta dan Surakarta yang sarat akan maskulinitas. Dibangun di tengah rimbunnya pepohonan dan sejuknya daerah pegunungan Kaliurang, museum ini menyimpan dan memamerkan sisi kefeminiman kraton lewat cerita dan karya para puteri dan permaisuri raja. 

Sebut saja Tineke atau GRAj Koes Sapariyam, putri dari Sunan Pakubuwana XI Surakarta yang gemar menulis syair. Beliau dibuatkan satu ruangan yang khusus memamerkan surat-surat yang berisi syair beliau. Ada juga ruangan yang dipersembahkan khusus untuk GRAy Siti Nurul Kusumawardhani yang pintar, cerdas, dan sangat cantik, puteri Mangkunegara VII. Seorang puteri fasih menari adalah suatu kewajiban dan hal yang sudah biasa di kalangan keraton. Namun pada masa itu, Gusti Nurul memiliki hobi yang lain daripada yang lain yakni berkuda. 

Selain beberapa ruang spesial yang bercerita tentang para puteri dan permaisuri, Ullen Sentalu juga memiliki ruang gamelan, ruang batik khas Yogyakarta, ruang batik khas Surakarta, serta ruangan yang menggambarkan riasan pengantin tradisional jawa yang digambarkan melalui lukisan dan arca. Selain arca modern yang khusus dibuat untuk keperluan penggambaran secara riil, di sini banyak sekali arca dewa-dewi yang didatangkan langsung dari Museum Purbakala. Namun sayang sekali, hampir semua arca dewa-dewi tersebut hilang beberapa bagian tubuhnya akibat ulah pencuri dan kolektor.

Sebelum tour berakhir, kita akan diberi segelas kecil minuman awet muda yang diracik dari ramuan rahasia Ratu Mas, permaisuri Sunan Pakubuwana X yang sangat fashionable, cantik, dan tentunya awet muda.





Museum ini juga memiliki beberapa fasilitas pendukung seperti tempat pertunjukan outdoor, toko souvenir dengan desain bangunan kontemporer, serta rumah makan yang bernama Beukenhof.

Tangga menuju Beukenhof dan foto Beukenhof dari bawah


Selama tour kita dilarang keras mengabadikan gambar dalam bentuk video atau foto untuk mencegah duplikasi karya. Karya-karya yang ada di dalam Ullen Sentalu merupakan karya asli dan otentik dari keluarga keraton. Beberapa foto yang saya abadikan ini adalah foto pemandangan di luar bangunan inti.










Sekian tulisan kedua saya. Jangan lupa setelah main-main ke Ullen Sentalu pulangnya beli jadah, tempe, dan tahu bacem. Jangan makan sate kelinci ya, soalnya kelinci itu binatang innocent dan lucu. Dadah! :3


p.s.: beberapa nama permaisuri dan puteri raja yang saya lupa namanya, saya contek dari sini: [link] hehehe

01 January 2013

Hari ke-1 : Tidak Akan Pernah Tuntas

Teman lama adalah orang-orang yang bisa memberikan kehangatan dan kedamaian spesial di hati saya. Sahabat lama, teman tumbuh bersama yang mengerti kita sejak masa-masa peralihan menuju usia dewasa. Sahabat lama, biasanya memiliki toleransi lebih atas tindakan-tindakan yang mungkin melukai perasaan kita. Derajat pemakluman tingkat tinggi, kata saya.

Berdasarkan  pengamatan yang saya lakukan pada orang-orang di sekitar saya, teman SMA memang memiliki tempat tersendiri di hati mereka. Mungkin karena di masa SMA kita melalui taraf peralihan ke tingkat yang lebih dewasa; masa pencarian jati diri, melepas jiwa kenanak-kanaka. Cinta pertama, ciuman pertama, patah hati, ganti lagi, ditikung, saingan, orang sirik di sana-sini, hingga drama menye-menye ala sinetron pun seringkali terjadi di masa SMA. Bisa jadi dari situlah persahabatan yang muncul dari hasil men-support satu sama lain dan rasa senasib sepenanggungan menjadi begitu tulus dan membekas hingga kita telah berumur. 

Tahun baru 2013 ini saya bersyukur bisa merayakan dengan sahabat-sahabat SMA meski tidak full team. Tidak ada pesta besar-besaran, bahkan tanpa kembang api. Hanya berkumpul, tukar cerita, reuni kecil band SMA saya, berebut daging yang-seharusnya-di-barbeque-tapi-malah-dimasak-ala-suki, liga PES para lelaki 12 jam non-stop, dan berakhir jalan-jalan pagi ke Ullen Sentalu. 


Meski baru sore tadi berpisah, rasa rindu sudah mulai terkuak.





Teman lama,

dan kerinduan yang tidak akan pernah tuntas.





Selamat tahun baru! 
Semoga kalian selalu dikelilingi sahabat yang tulus dan penuh kehangatan. :)