Kemarin Sabtu, tiba-tiba muncul 2 notifikasi yang memberitahu bahwa nomor WA-ku baru saja dimasukkan ke dua grup kantor. Wah wah.. Ini nih, tanda-tanda bahwa cuti melahirkan sudah mau habis dan saatnya kembali ke dunia nyata; dunia kerja.
Aku nggak menyangka bahwa ternyata seberapa lama pun waktu cuti kalau dihabiskan bersama anak, pasti nggak akan pernah ada kata cukup.
Menengok kebelakang, sekitar lima bulan yang lalu aku memutuskan untuk mengambil cuti tepat di hari Senin, 31 Desember 2018. Alasannya, rumah yang aku tempati saat ini cukup jauh dengan lokasi kantor baru tempat unit baru berada (sekitar 45-60 menit perjalanan) yang aku rasa perjalanannya kurang hamil-tua-friendly. Selain itu, suamiku merasa aku kurang istirahat dan kurang "masa tenang" selama hamil karena malam harinya masih kuliah. Selain itu dari aku pribadi alasan terpentingnya adalah... Unit lama bubar dan aku dimutasi ke unit baru yang kalau aku tetap masuk pasti akan merepotkan karena baru masuk sebentar, dikasih tanggung jawab, eh cuti hampir satu semester.
Jadi ingat juga masa-masa sendirian di rumah waktu hamil tua dan suami kerja. Hampir tiap hari eksplor masakan ini-itu bahkan sehari bisa 3x masak masakan berbeda untuk 3x makan, nyapu-ngepel, cuci-jemur-lipat baju dan mengerjakan segala kegiatan domestik lain, ditambah yoga dan main enjot-enjotan di gym ball sambil harap-harap cemas kapan Nak Bayik keluar. Sempat mengalami siklus semangat menjelang minggu kedua Januari (perkiraan lahir tercepat) dengan bolak-balik ngecek hospital bag dan buka-bukain laci baju Nak Bayik, berlanjut dengan agak panik karena nggak lahir-lahir menjelang akhir Januari, sampai akhirnya "chillax" terserah si Eneng aja kapan mau keluar. Karena eh karena, sebetulnya yang dipanikkan adalah masa cuti yang semakin berkurang kalau doi nggak cepet keluar sehingga waktu kebersamaan kami berkurang.
Tapi yah.. Bagaimana pun aku tetap bersyukur, sangaaat bersyukur bisa membersamai tumbuh kembang di empat bulan pertamanya. Meskipun "not always rainbows and butterflies", tapi secara keseluruhan... yang aku nggak menyangka juga... ternyata aku sangat menikmati perjalanan "motherhood" ini dan nggak mengalami baby blues yang parah. Yaaa secara ya, buat orang-orang yang kenal aku langsung mungkin tahu bagaimana tingkahku: sangat tidak anggun dan keibuan. Ditambah lagi aku anak tunggal yang nggak pernah "pegang" bayi, serta posisiku di beberapa circle pergaulan menjadi yang paling muda. Aku sendiri menyimpan perasaan nggak pede sebagai seorang ibu. Tapi dengan adanya cuti yang cukup panjang ini, "chemistry" dan instingku dan anakku (tapi terutamanaku) menjadi cukup terasah.
Nah dalam postingan ini, aku ingin mengucapkan terima kasih atas kebijakan tambahan waktu cuti melahirkan yang diberikan oleh CEO baru perusahaanku (yaa kali-kali doi baca blog ini yakhaan). Bagaimana pun niat beliau baik, yakni untuk meminimalisir baby blues dan mendukung pemberian ASI eksklusif 6 bulan (kalau gitu berarti kurang sebulan nih Pak jatah cutinya hihihi). Lalu untuk suami dan mamaku yang menjadi "support system" terdekat, serta bapakku dan ibu mertuaku untuk support jauhnya. Dan yang terpenting, terima kasih kepada anakku yang sudah sangat suportif sehingga perjalanan menjadi ibu baru ini menjadi jauh lebih ringan dibanding yang pernah aku bayangkan sebelumnya. Thank you, Nak. ❤
Ngomong-ngomong, sejak hari pertama puasa aku sudah mulai mengomunikasikan dan memberi sugesti positif kepada Nak Bayik bahwa bulan depan aku mulai kerja lagi. Namanya juga usaha yah, semoga nanti tiba di hari H-nya aku kembali bekerja nggak ada drama diantara aku dan Nak Bayik serta mamaku yang untuk sementara waktu akan menjaganya. Doakan kami! :D
Love,
No comments:
Post a Comment