Pergelaran pesta demokrasi kali ini
Mesti dibayar mahal bahkan bukan sebatas materi
Terlalu banyak jiwa yang ditangisi
Bahkan akal sehat pun tak sedikit yang mati
Orang-orang saling menghakimi
Akibat terlalu riuhnya kontestasi
Orang-orang juga tak malu saling sindir
Mencibir pun tak lega tanpa nyinyir
Sebelumnya, aku selalu berharap 17 April segera berakhir
Nyatanya, pertikaian tetap bergulir
Aku lelah dengan isi sosial media dan televisi
Berita pejuang demokrasi makin bikin miris
Perjuangan yang akhirnya didramatisasi
Meskipun sebetulnya terjadi kealpaan sistemik
Persiapan yang tidak rapi,
pun tanggung jawab yang tumpang tindih
Kesalahan terlanjur terjadi
Namun kita tidak mengerti siapa yang layak diadili
Mungkin ini bagian pendewasaan diri
untuk "bocah" yang masih berproses mencari jati diri
Harapanku hanya satu, semoga sang Negeri bisa kembali berselimut welas asih
Anakku masih butuh berdiri
dalam rengkuhan damainya ibu pertiwi
21 April 2019
14 April 2019
Check-up (Ternyata) Penting
Sabtu kemarin adalah hari yang panjang bin melelahkan buat aku pribadi. Niat awalnya sih ngontrolin Baby R ke dokter di RS, tapi ujung-ujungnya malah emaknya yang pulang dengan membawa "hasil".
Awalnya Baby R dapat nomor antrian cukup awal yaitu nomor 9 dengan jadwal praktek yang dimulai pukul 10.00. Di samping itu aku juga mendaftar ke dokter mata untuk minta resep kacamata. Kami (aku, nak bayik dan mamaku) berencana berangkat jam 10 saja supaya nggak terlalu lama nunggu. NAMUN.. Ujung-ujungnya kami berangkat sekitar jam 11 kurang entah karena apa dan yaaa namanya juga pergi bareng bayik ya, banyak yang harus dipersiapkan dan banyak "impromptu"-nya. Sampai di RS, ternyata hari Sabtu bukanlah hari yang tepat untuk kontrol. Karena eh karena, Sabtu kan para orang tua pada libur, jadilah hari itu adalah hari yang tepat untuk periksa maupun vaksin. Super rame, asli! Dari yang semula kami dapat nomor 9, kami malah mengantre bersama pendaftar bernomor 30-an, dan sampai lewat jam 2 siang pun nama Baby R belum juga dipanggil. Alhasil kami ke poli mata dulu sambil berharap poli mata lebih cepat dan sebelum pulang masih sempat mampir ke poli anak dan dokternya masih ada.
Ke poli mata, ternyata kami masih harus menunggu satu pasien lagi yang makan waktu sekitar setengah jam. Setelahnya, begitu dipanggil dan masuk ke ruang periksa, aku dipersilakan untuk "menjajal" beberapa alat secara berurutan. Alat pemeriksaan mata pertama belum pernah aku coba sebelumnya. Alat ini mirip seperti alat pengukur minus/plus mata (apa yah sebutannya?), tapi bisa mengeluarkan angin. Saat aku menilik ke lubang mata dan suster menekan tombol, keluarlah angin yang rasanya bikin kita seperti ditiup orang lain waktu kita kelilipan. Lanjut ke alat pengukur minus/plus, lanjut lagi ke alat serupa yang mengeluarkan cahaya seolah-olah "memutari" bola mata kita. Selesai dengan ketiga alat tersebut, barulah aku duduk di kursi yang lazim ada di optik untuk mencoba beberapa ukuran lensa yang berbeda-beda. Setelah dicobakan beberapa ukuran lensa oleh suster, barulah ukuran lensaku dikoreksi oleh dokter. Dan ternyata.. Aku baru tahu kalau aku ada silinder juga. Kecil sih, cuma 0,25. Tapi yaaa ternyata lumayan berpengaruh terutama saat menyetir.
Saat resep kacamata ditulis, dokter menanyakan pertanyaan pamungkas, "Ibu beneran nggak pernah ada riwayat glukoma?" Wah, penyakit apa inihhh. Dokter menjelaskan bahwa tekanan bola mata kananku cukup tinggi dan khawatir kalau dibiarkan bisa menyebabkan glukoma. Glukoma sendiri disebabkan karena cairan pada bola mata mengalami hambatan untuk keluar. Mungkin gambarannya semacam selang yang agak tersumbat, jadi kalau ada air yang mau keluar tekanannya jadi meningkat di titik yang tersumbat itu. Nah kalau di glukoma ini semacam di saluran cairan mata yang keluar-masuk dari dan ke dalam mata. Jadi bukan air mata, yaa..
Berdasarkan hasil browsing, tekanan bola mata normal itu di angka 10-21 mmHG. Sementara tekanan bola mata kananku waktu diuji tiga kali hasilnya 19, 21 dan 23 (kalau nggak salah ingat). Pengecekan dilakukan sampai dua kali, bahkan. Karena dokternya sempat ragu karena si Pasien nggak pernah terdiagnosis glukoma sebelumnya. Akhirnya dokter pun memberi resep obat tetes yang harus diteteskan dua kali sehari. Bismillah yah, semoga dua minggu lagi waktu kontrol nanti angka tekanan bola mataku sudah normal lagi. Karena ternyata, glukoma menjadi penyebab kebutaan kedua tertinggi di dunia setelah katarak (berdasarkan hasil browsing, lagi-lagi).
Berawal dari iseng-iseng, namun berakhir serius. Bagaimanapun dari hasil pemeriksaan ini aku mengambil pelajaran bahwa check-up itu penting loh ternyata. Karena bisa jadi di dalam tubuh yang sehat dan jiwa yang kuat, ternyata ada organ-organ tubuh yang tidak bekerja dengan baik dan tidak terdeteksi secara kasat mata. Contohnya aku, meskipun sudah berkali-kali tes minus di optik, tapi ternyata baru tahu kalau ada silinder dan bahkan ada gejala glukoma.
Meskipun aku menyarankan untuk menyempatkan diri untuk check-up, tapi semoga kita semua sehat selalu yah.. Amin
07 April 2019
Hatiku Terpotek
Dua hari ini adalah hari tersedih selama 2 bulan menjadi ibu baru: Baby R sakit.
Entah apa penyebab ia terkena batuk pilek, aku pun masih mengira-ira. Pertanyaan dokter kemarin, apa ada yang batuk/ pilek/ bersin-bersin di rumah? Jawabannya, tidak ada. Tapi dokter berkeyakinan bahwa nak bayik pasti ketularan.
Sebelumnya, tiga hari yang lalu sewaktu libur Isra' Mi'raj, kami sekeluarga memang sempat jalan-jalan ke daerah Pacet. Di sana kami hanya duduk-duduk di warung lesehan di kawasan kolam air hangat. Nak bayik pun sewaktu tidur sudah beralas bantal menyusui tebal plus diberi selimut dan dipakaikan jaket serta set baju lengan panjang supaya tidak kedinginan. Setelah kurang lebih dua jam kami bersantai, kami menuju Tretes untuk makan sate dan angsle yang terkenal di depan Hotel Surya. Nak bayik, seperti biasanya, nggak rewel dan ekspresinya happy. Kami pun tidak ada rasa khawatir sama sekali.
Hari Kamis, nak bayik masih happy seperti biasa. Namun memang hawa Surabaya hari itu sungguh panas tak tertahankan. AC bersuhu 20 derajat pun rasanya cuma semriwing-semriwing saja. Bahkan nak bayik sempat kami bawa ke depan kipas angin (model tornado) supaya tidak kepanasan.
Barulah Jumat pagi setelah mandi, nak bayik mulai batuk-batuk dengan intens. Padahal malamnya ia tidur pulas dan hanya bangun untuk minum, tidak seperti beberapa waktu belakangan yang sering mengajak main mulai sekitar jam 3 sampai jam 7 pagi. Sehabis mandi aku langsung daftar ke dokter anak di RS dan berangkat di siang harinya.
Selama menunggu dokter datang, entah mengapa batuk nak bayik makin menjadi dan berubah dari batuk kering menjadi batuk berdahak. Ia pun sempat menangis dengan keras. Berulang kali ia terlihat susah bernapas, yang kalau bahasa jawanya seperti orang "keloloden", yang mungkin disebabkan dahak yang masih tertahan di tenggorokan. Potek rasanya hatiku melihatnya. Di ruang tunggu pun ada momen "mbrebes mili" karena nggak tega melihatnya sulit bernapas. Saat itu aku membatin, "Oh, begini toh rasanya jadi orang tua.." Ada nyamuk di kamar saja rasanya was-was dan dibelain begadang khawatir nyamuknya menggigit nak bayik. Ini malah harus melihat dia bernapas tersengal-sengal. :(
Momen lain yang memotek hati adalah saat sebelum pulang dari RS, nak bayik yang semula haus, malah menangis dan memberontak saat akan aku susui. Tangisannya melengking seperti berteriak, tidak seperti biasanya. Sepertinya ia bingung antara menelan ASI dan mengeluarkan dahak di waktu yang bersamaan. Di momen itu, aku sempat blank beberapa detik dan berusaha menenangkan diriku sendiri dulu agar tidak panik.
Meskipun kami belum tahu sebab sakitnya dia, tapi kami punya beberapa asumsi. Bisa jadi nak bayik tertular saat terpapar di udara terbuka di Pacet dan Tretes, kelelahan karena pergi seharian dari pagi sampai malam, atau karena terkena AC yang terlalu dingin dan kipas angin yang terlalu kencang, atau malah kombinasi ketiganya. Yang jelas, dari kejadian ini kami jadi sadar bahwa nak bayik masih "tiny little baby" yang belum genap 2 bulan dan tidak memforsir dengan kegiatan di luar dalam waktu lama meskipun ia tampak happy dan tidak rewel.
Semoga cepat sembuh ya sayangnya Mamabon.. :'(
Subscribe to:
Posts (Atom)