18 March 2011

Sembilan Belas

Ini tulisan pertama berbahasa Indonesia disini. Semoga tidak salah tata bahasa, semoga tidak jelek dan bertele- tele. Bukan juga berarti tulisan dalam bahasa Inggris saya bagus. Entahlah. Saya tidak pintar menulis. Hanya sepertinya ada yang perlu diungkapkan dengan bahasa ibu seperti layaknya kita bicara dan bertatapan langsung.

Ceritanya ini tulisan untuk menyambut usia kesembilan belas meski sudah lewat jauh dari selebrasi hari H. Cuma ingin berbagi bahwa saya mendapat pelajaran berharga diusia yang sudah lewat kemarin.

Ada dua hal besar bertema sama yang terjadi di usia ke-18. Rentangnya pun tidak begitu jauh. Saya curiga, agaknya Tuhan sengaja. Putus cinta dan ditolak Unit Selam. Haha sebut merek. Biar.

Pertama, putus cinta. Aduh. Cinta- cintaan. Hahaha geli sendiri. Kadang diksi bahasa Indonesia terasa berlebihan dan patut masuk ke kosakata di Kamus Dangdut Nasional kalau ada. Ok, kembali ke topik. Jadi di hubungan yang lalu..... Ah. Sepertinya lebih enak membahas yang "ditolak Unit Selam" dulu. Tuh kan, saya memang tidak berbakat jadi penulis. Begini saja bingung.

Ok. Ditolak Unit Selam. Sudah sejak tahun lalu saya bersugguh- sungguh sangat ingin sekali dengan seluruh jiwa raga dan tekad bulat membara bergabung ke Unit Selam UGM. Karena masih sibuk di organisasi kampus, tahun lalu terpaksa merelakan form pendaftaran dibuang percuma oleh Unit karena tidak ikut seleksi. Tahun ini, mengosongkan kegiatan, dan daftar lagi. Dan akhirnya bisa ikut seleksi. Tapi seleksinya berat, Jendral!!! Dan jujur, saya buruk di seleksi kolam. Hah. Akan selalu menghela nafas berat kalau ingat tidak bisa bergabung disana. Keinginan bergabung yang sudah muncul dari tahun pertama kuliah, keinginan berpetualang ke dalam laut yang muncul sudah sejak umur entah berapa, keinginan yang sudah dicicil dengan beli lomo aquapix (meskipun saya tahu tidak bakal bisa dipakai di laut yang cukup dalam), keinginan yang.............. HAH. Sekarang sudah pupus. Ditolak Unit Selam sempat meluluhkan air mata yang biasanya beku. (Ok, yang ini kalimatnya sangat pop-dangdut)

Dan kurang lebih, itu juga yang terjadi di hubungan "cinta- cintaan" saya yang sebelumnya. Semoga sudah cukup menjelaskan.

Kita seringkali berekspektasi pada suatu hal. Memimpikan akan memiliki suatu hal membayangkan hal tersebut bernar- benar ada dalam hidup kita,yang akhirnya membawa kita berusaha, berjuang untuk mendapatkannya. Tapi kemudian, ekspektasi juga lah yang akan membunuh kita. Melumpuhkan semangat kita. Ya, ekspektasi yang terlalu tinggi. Berekspektasi agar sesuatu yang kita ekspektasikan memberi timbal balik yang sama dengan usaha besar dan ekspektasi tinggi kita. (Terlalu banyak kata ekspektasi. Lagi- lagi saya bukan penulis yang baik).

Awalnya saya berpikir bahwa jika kita benar- benar menginginkan sesuatu maka alam semesta akan berkonspirasi untuk membantu kita mencapai hal itu. Seperti kata- kata di buku motivasi. (Nggak sih, saya nggak baca, cuma tau- tau aja). Dan sejak "dua hal besar" itu terjadi dalam hidup saya, pandangan saya jadi berubah;
Jika kita benar- benar menginginkan sesuatu, maka kemungkinan yang akan terjadi ada dua: alam semesta berkonspirasi untuk membantu kita mencapai hal itu, atau ketika yang terjadi sebaliknya kita akan jatuh dengan kekecewaan yang mendalam.


Kesimpulannya sih, jangan berekspektasi terlalu tinggi pada sesuatu. Sederhana ya. Tapi kadang kita suka kebablasan, tidak mengontrol ekspektasi kita. Risiko pasti akan datang. Namun sesuai dengan kata entah siapa, lebih baik mati mencoba daripada tidak pernah mencoba sama sekali. Better die trying than never try at all. (Saya ndak paham kenapa saya tulis bagian risiko- risiko itu juga. Iya saya tau itu ndak nyambung. Tapi ya sudahlah.)

Saya tidak pintar berbahasa yang baik. Saya tidak bagus terlalu lama "saya-saya-an". Bukan berarti saya cocok "gue-gue-an". Tulisan ini tadinya saya harapkan menjadi sebuah kontemplasi (ah, kata- kaanya terlalu berat). Tapi sepertinya terlalu banyak sampah di sana sini. Iya, saya bukan penulis yang baik dan tidak bisa membuat kalimat penutup yang baik.

Ya sudahlah.
Sekian dan terimakasih.

Selamat datang di usia saya yang kesembilan belas.


2 comments:

  1. Kenapa harus takut berekspektasi? kenapa harus takut gagal?

    Michael Jordan gagal masuk tim basket SMA-nya, kemudian menangis. Sekarang kita ingat dia sebagai salah satu bintang basket terbaik di dunia.

    Thomas Alva Edison harus gagal beribu-ribu kali sebelum penemuannya diakui. Ingat lampu bohlam?

    The Beatles sebelum terkenal pernah ditolak salah satu label rekaman. Sekarang diakui sebagai salah satu band yang merubah sejarah dunia.

    Menyalahkan ekspektasi seperti mencari alasan. Ada pepatah seperti berikut: "Excuses are tools of incompetence tht build monuments of nothingness & those who specialize in them seldom do anything else. Thomas J. Smith"


    Berekspektasi tinggi kemudian gagal itu tidak salah. Yang salah ketika gagal kemudian menyerah dan takut berekspektasi tinggi lagi.

    Aim higher las, achieve more.

    "I have not failed. I've just found 10,000 ways that won't work" ~ Thomas Alva Edison

    *ngomongapaentahasalketikaja*

    ReplyDelete
  2. Wow. Insightful sekali kakak.. :')
    Tapi disini aku nggak menyalahkan ekspektasiku. Yang aku salahkan, penetapan ekspektasiku yang terlalu tinggi. That's why I learn on how to manage my expectation. Biar kalo ngga terlalu tinggi terbangnya, ngga terlalu sakit jatuhnya. Sukur2 bisa terbang lebih tinggi lagi. :)

    ReplyDelete